Senin, 26 Mei 2014

RINDU...

Oke, selamat sore! Gue lagi kesel. Pertama, karena web akademik unsri gak bisa dibuka padahal gue mau kepo hasil UAS kemarin. Kedua, perut gue tambah seksi aja gue gak tau kenapa. Dan itu menandakan gue mesti diet lebih keras. Ketiga, gue gak jadi pulang ke lampung malem ini. Ya, I just re-schedule, ngundur pulang sampe kamis besok. Keempat, tadi sore bangun dari tidur siang gue keingetan ibu dan kangeeeeeen :')

Jadilah, pingin nulis.. kebetulan pulsa modem juga baru diisiin. Tapi ya maaf lah, lagi-lagi tulisannya galau. Kayaknya saya emang udah spesialisasi galau banget deh. Ya udah, cekidot *keramas*


source : tumblr

Aku terlalu gegabah mengatakan, 'aku mencintaimu'.

Aku lupa konsekuensi dari cinta itu setelahnya...

Aku mengesampingkan logika demi egoku.

Pada akhirnya, aku hanya sanggup mencintaimu lewat tumpukan rindu.



Berkeping asa yang aku tebar di langit senja hari ini. Salam beriring doa aku sertakan bersama langkahmu yang pergi menjauh dariku.

Bukan kita yang sama-sama ingin meninggalkan, tapi waktu yang belum mengizinkan kita untuk menetap dan saling membingkai kenangan dalam kehangatan cinta dan kebersamaan. Sebelum denganmu, aku hanya mengerti akan manisnya pertemuan, yang kemudian setelah lama-atau mungkin tidak, berganti menjadi pahitnya perpisahan. Tapi setelah bertemu denganmu, aku mengerti arti lain dari cinta... tidak hanya soal pengorbanan atau sekedar setia, tapi arti lain cinta yang lebih dari itu. Kerinduan.


Aku iri dengan orang-orang yang bisa bertemu denganmu setiap hari. Aku benci dengan berjuta jarak yang diciptakan takdir untuk memisahkan kita.

Kadang aku merasa lelah, kemudian ingin menyerah... tapi mengingat seulas senyuman yang akan aku jemput disaatnya nanti, aku mengurungkan niat.

Dimalam-malam dimana aku kehilangan rasa untuk sekedar memejamkan mata adalah waktu yang terberat untuk aku lewati. Sendiri, berteman sepi dalam dekapan dingin malam yang menusuk kulitku, menembus lewat pori-porinya... aku kehilangan pegangan. Kehilangan kehadiranmu yang biasanya ada didekatku.. kehilangan bayangmu yang biasanya berada dalam jarak pandangku.


Kesendirian yang tidak pernah aku harapkan.. tumpukan rindu yang tidak pernah aku inginkan, serta jarak yang seakan tidak pernah berhenti menjauhkan kita.

Putaran waktu, detik demi detiknya, menikam perasaanku, menghancurkan hatiku yang selama ini telah menjadi rapuh karena berjauhan denganmu. Merindukanmu bukanlah sesuatu yang bisa aku atasi, bukan juga sesuatu yang aku inginkan. Menjadi seseorang yang kau cintai, yang selalu kau pikirkan ketika sibuk dan lengang adalah hal yang membahagiakanku, tapi berbagi rindu dari jarak yang sangat jauh membuatku terkadang melupakan kebahagiaan itu dan justru mengutuk-ngutuk ikatan diantara kita.

Kenapa harus denganmu aku bertemu? Kenapa harus denganmu hatiku terpaut? Kenapa harus aku dicintai untuk merasakan merindu? Kenapa harus dengan merindukanmu aku baru mengerti sebagian kecil arti dari mencinta?


Aku tidak dapat menjelaskan bagaimana rasanya menghabiskan malam dalam perasaan penuh rindu tanpa tahu harus kemana melampiaskan. Aku tidak dapat menggambarkan bagaimana bentuk hati yang sudah lama tak tersentuh, ditinggalkan dan bahkan terlupakan ini. Seolah tidak ada kata yang tepat untuk aku rangkai, untuk kemudian aku kirim dan kau baca sebagai penggambaran betapa sepinya aku ketika tidak dekat denganmu.

Bermalam-malam aku habiskan dalam sambungan telepon, berbagi rindu lewat hantaran suara dalam gelombang fisika yang sama tidak bisa dijelaskannya seperti perasaanku. Ratusan detik aku lewati dalam banyak pertanyaan, 'sedang apa dia?', 'dimana ia sekarang berada?', 'apa ia memikirkanku juga?', 'apa rindunya sama seperti rinduku juga?'


Berhari-hari aku lewati menghitung detik seperti si bodoh yang menanti pelangi dihari cerah. Menatap langit seolah ada jawaban tentang kapan kepulanganmu disana. Memijak di tanah seolah yakin disinilah kita bertemu dulu dan nanti, atau mungkin sekarang.
Rangkaian kata tentang segenap kerinduan yang masih sanggup aku tuliskan, ku tulis kemudian aku kirimkan sebagai perantara penggambaran jiwa yang sepi.

Aku memohon pada waktu untuk berputar lebih cepat, agar aku bisa segera menemuimu. Atau... izinkan aku mengintip sejenak ke masa depan agar aku tahu pasti dimana kerinduan ini bermuara kelak.
Jarak yang terbentang, ratusan waktu yang terbuang hanya dalam penantian...
Tak bisa aku jelaskan bagaimana rindu ini melemahkan sekaligus menguatkanku. Tak bisa aku deskripsikan bagaimana jelasnya arti kata rindu yang selama ini aku rasakan.
Aku merindukanmu... lebih dari pada itu, aku sangat merindukanmu.

Dengan sisa keyakinan yang aku miliki, aku bertahan menunggu saat yang tepat untuk memelukmu lagi. Belum jelas kemana semua ini bermuara nanti, bahagia atau tangis, yang pasti aku ingin menemuimu dengan senyum tulus tanpa seberkas pun gurat perih sisa kerinduan. Karena apa? Karena aku tidak ingin kamu tahu betapa sulitnya ini bagiku. Karena aku tidak ingin kamu menerka-nerka bagaimana perihnya sudah selama ini aku lewati tanpamu. Karena aku tidak ingin membuatmu khawatir ketika nanti waktu menegakkan kita pada perpisahan lain yang bisa jadi lebih lama.
Aku merindukanmu. Karena aku mencintaimu maka aku begitu...
Aku bertahan untukmu. Karena aku mencintaimu maka aku begitu...
Karena aku memang begitu...

Sabtu, 17 Mei 2014

Dear You #19

 

"Konsekuensi dari kejujuranku adalah...

kehilanganmu sebagai seseorang yang aku suka.

Sekaligus, kehilanganmu sebagai sahabat baikku.

Dan aku benci keduanya."


Aku serahkan semuanya pada takdir Tuhan. Yang Maha Kuasa pasti tahu bagaimana sebenarnya perasaanku terhadapmu. Yang Maha Kuasa pasti mengerti, mana yang paling baik dan terbaik untukku. Mungkin aku memang diperkenalkan denganmu untuk terus dan selalu mengagumimu, atau mungkin untuk belajar bagaimana caranya mencintai dengan tulus tanpa mengharap balas meski sekedar 'terima kasih'.


Denganmu aku merasa nyaman dengan sempurna. Lebih dari pada itu, aku bahagia.

Aku tidak tahu sudah berapa banyak waktu yang kita buang dalam kebersamaan yang hangat dan harmonis ini. Sudah berapa banyak kebahagiaan yang kamu bagi denganku, berapa banyak pengorbanan yang kamu lakukan untukku... aku tidak tahu.

Jika aku mencoba menghitung satu demi satu kebaikanmu, seketika aku merasa aku jahat sekali.


Kamu biarkan nyaman itu bersarang dalam hatiku, kemudian terus menebal hingga menutupi semua bagiannya. Sampai setiap detik denganmu terasa begitu istimewa. Nyaman itu kemudian mendorongku untuk lebih dekat denganmu. Setiap detik yang kita habiskan bersama, terasa sangat luar biasa. Entah kamu juga merasakannya atau tidak, tapi kehadiranmu terasa seperti oase nan elok ditengah padang pasir tandus yang menyengsarakan jiwa.

Kamu adalah candu.

Aku tidak tau kapan tepatnya nyaman itu berubah menjadi perasaan lain yang tidak seharusnya mengotori hubungan persahabatan kita. Aku ragu untuk mengakuinya, aku takut untuk membenarkan perihal rasa itu. Tapi itu semua tidak bisa terus-menerus aku tutupi. Perlakuanmu terhadapku pun kian hari kian menjadi.

Aku merasa seperti putri, aku merasa seperti ratu. Aku seperti berada diatas awan.

Belum cukup rasanya rasa nyaman yang selama ini kamu berikan.. Kamu terus menyerangku dengan bertubi-tubi, meruntuhkan pertahanan diriku.

 

Aku mempertahankanmu untuk tetap menjadi sahabatku, sekaligus mematahkan omongan orang-orang tentang "tidak ada yang murni dalam persahabatan antara sepasang makhluk Tuhan". Tapi nyatanya sekian lama bersama, aku tidak bisa lagi mengelak. Ada sesuatu dilrahabatan yang membuatku tersenyum ketika duduk bersamamu. Ada sesuatu yang seharusnya tidak berada diantara kita, sesuatu selain persahabatan.

 

Kamu adalah orang dimana aku mengadu ketika lelah, bercerita ketika senang atau pun susah, bahkan juga terkadang menjadi tempatku melampiaskan amarah. Sudah banyak ceritaku yang kamu tau, sudah banyak sedihku yang coba kamu redakan. Kita semakin dekat, dan pertahananku pun semakin runtuh kehilangan arah.

Aku takut aku melupakan siapa aku sebenarnya dan juga lupa akan hubungan yang kita punya. Aku mencoba berdamai dengan egoku dan menekan jauh-jauh perasaan ini sebelum kian menjadi. Tapi nyatanya, perasaan tidak bisa dipaksakan. Tidak bisa dipaksakan datang dan pergi sesuka hati.

Dan sekarang aku berada diujung dilema, diantara kenyataan aku masih sangat berharap akan kehadiranmu terus disisiku tapi juga tidak ingin perasaan ini semakin besar seiring dengan berjalannya waktu.


Aku memutuskan untuk tidak mengungkapkannya, tidak padamu. Tidak saat ini. Sekuat tenaga, dengan keberanian yang masih aku punya, aku akan tetap menemuimu sebagai sahabatku. Tapi sebelumnya aku meminta maaf, kalau nantinya sesekali perasaan ini ikut campur mengendalikan egoku.

Aku hanya ingin kita tetap bersama. Dan jika dengan tetap menjadi sahabatmu adalah jalannya, aku akan berusaha untuk bisa. Karena aku tidak ingin kehilanganmu. Tidak sekarang, tidak juga dimasa yang akan datang.

Sahabat... andai aku bisa memanggilmu tulus seperti itu selayaknya hati yang mengakui. Terlambat... kamu tidak akan bisa lagi menjadi sekedar 'sahabat' untukku.