Sabtu, 14 November 2015

Well, it is Saturday!

Yeah, and again i’m wasting my Saturday night with my lovely task. My thesis this time. Yes, thesis. And next Tuesday will be the first time of me and my ‘dosen pembimbing’. Huft. Gitu kalo dibuat ke teks jadinya.
Gak ada target muluk-muluk, seperti wisuda bulan depan atau dilamar Fakhri sebelum tahun baru. Simpel kok. Berhenti di semester delapan tanpa harus nambah semester lagi. That’s mean gak nambah bayaran semester, gak nambah bayar uang kosan, gak nambah lama luntang-lantung gak jelas sebagai mahasiswa.

Yah, nanti luntang-lantung juga sih begitu wisuda, sebagai pengangguran? Hopefully gak lama atau kalo bisa gak perlu melewati masa-masa itu sekalian deh hehe.

Agendanya hari ini keluar mau nyari pencerahan (plus wifi), kali aja kalo keluar dari kamar kosan bisa enceran dikit otak, kebuka gitu kan pikiran jadi enak nyari jurnal. Eh nyatanya, ya sampe sini gabut juga. Muak dengan semua kata kunci di google yang udah dicobain sejak minggu kemarin, capek dengan rutinitas baca jurnal dan berakhir dengan makin bingung hahaha. Tapi ya gitu, mesti dikerjain, mesti dirasain, mesti dilewatin.

Yah, mayan lah. Setelah sempet kesel sama mamasnya yang gak mau ngasih tau password wifi (so kampret gak, emang dia yang bayar tagihan internetnya?), akhirnya nemu password-nya sendiri setelah iseng cobain beberapa password lama hahaha. Paling gak walau pun gabut disini, bisa lanjutin donlotan haha.

Pingin ngeluh nih. Pingin balik ke rumah terus nagih utang buat dimanja-mana sama mereka haha. Tapi ya gimana, pertaruhannya berat sis. Agak gak mungkin bisa pulang bulan ini, yah kalo pun bisa nyuri waktu weekend gitu. Syudaaah lah, adek galau sepanjang bumi menuju bulan terus lanjut ke pluto balik ke mars ini :”)

Adek, mau lanjut baca jurnal yaaaa J

Have a great satnite!

Minggu, 01 November 2015

JODOH...




So, I suppose to post it yesterday right at the Sat-nite. But I accidentally had a problem so I forgot to post it.

Well, it is better to be late than never.

I hope you could enjoy read it. Bismillah hehe :)



source here



Bolehkah saya, mahasiswi semester akhir yang belum genap berusia 22 tahun, tidak memiliki gebetan apalagi pacar, belum tahu akan menjadi apa dan bagaiman dimasa depan, membicarakan tentang jodoh?


Diizinkan atau tidak, saya akan tetap menuliskannya sekarang....


 


Jodoh... adalah dia, seseorang yang tidak sekedar menjadi teman nonton saat akhir pekan, atau seseorang yang mengantar dan menjemputmu setiap hari, atau seseorang yang menemanimu ngobrol atau chatting hingga larut. Jodoh adalah dia, seseorang yang dengannya akan kamu habiskan seluruh waktu yang kamu punya, seseorang yang akan tetap memelukmu ketika kamu sendirian, tetap memegangi tanganmu ketika yang lain berlari meninggalkan, seseorang yang akan memberikan senyum terbaiknya untuk membuatmu merasa baikan, menghadiahkan waktunya untuk menjadi pendengar sekaligus komentator dalam acara curahan hati harianmu.

 


Dan ketika berbicara tentang jodoh maka akan muncul sederet kriteria tentang si dia yang didamba-damba. Bagi kaum hawa, menginginkan yang tampan rupanya, lembut tutur katanya, cerdas, bertanggung jawab dan mapan pula. Dan bagi kaum adam si dia idamannya ini tidak lain yang memiliki paras seperti  bidadari surga, santun dan lemah lembut dalam berbicara, perpaduan antara mandiri dan manja yang memesona, dan tidak sedikit yang mencantumkan soleha sebagai salah satu kriteria dalam daftarnya.


 

Pertanyaan mendasar dari kriteria ini adalah sudahkah kita berkaca? Bukan untuk memastikan bahwa kita benar cantik dan tampan kemudian bersiap menyambut si dia, tapi lebih pada sudah sepadankah kita dengan si dia yang kita damba?


 

Halah! It’s kind of bullshit, karena hanya ada segelintir orang yang tahu diri dalam urusan meminta. Apalagi untuk yang satu ini, permintaan langsung dikirimkan kepada Yang Maha Kuasa, yang mana tidak bisa menjawab secara langsung dengan hardikan keras atau memberi pukulan sebagai hukuman. Dan dengan demikian sikap egois manusia akan kian menjadi, meminta tanpa pernah berkaca bagaimana keadaan diri.


 

Pernah dengan kalimat “perempuan yang baik hanya untuk lelaki yang baik, dan begitu sebaliknya?” Rasanya sudah banyak yang mengetahuinya, tapi cukup banyakkah yang mengerti maksudnya?


 

Tidak akan ada Aisyah, selain untuk Fakhri. Tidak juga akan ada Ainun jika bukan untuk Habibi. Sama halnya tidak akan ada Fatimah jika tidak untuk Ali. Dan tidak berbeda dengan hadirnya Aisyah untuk Rasulullah SAW.



See? You got it, right?


 

Ketika kamu berbicara tentang jodoh yang mampu menghangatkan hatimu, membuatmu lupa akan masa lalu dan perlahan-lahan berani menata masa depan, akan ada harga yang harus dibayar. Proses menjadi pribadi yang sepadan dengan si dia yang kita idam-idamkan memang tidak mudah, waktu yang diperlukan juga tidak bisa dikatakan singkat. Hanya keajaiban rekaan seperti yang biasa kita lihat di teve yang mengizinkan sang pangeran jatuh dalam pelukan perempuan biasa, atau kebalikannya ketika sang putri dengan fasih berbicara cinta untuk pemuda yang ia temui di pinggir jalan.


 

Dan dimana pun jodoh itu berada, ia harus dijemput, ia tidak datang begitu saja. Ia tidak tahu jalan maka mungkin dia akan tersesat. Tunjukkan kemiripan antara kamu dan dia yang membuatnya sadar, ‘oh, ini si dia belahan jiwa’. Beritahu ia bahwa kalian sepadan dan akan menjadi pasangan terbaik ketika kelak telah disatukan.



Wosh! It’s hard, really. To talking about it like an expert. But this is actually what I am thinking lately. Boys and girls are the same, they want the best partner they could ever had to be his/her. So be the one, lets try to be the best version of us so we could get the best version of them.

 


Have a great week ahead!

Selasa, 27 Oktober 2015

There are several questions about what I wrote; why these all are so blue? Are you never feeling happy in entire of your life? Is there no one love you? Or so...

Ugh, this is a bit embarassing but the truth is I'm tired to explain people about it. This is something I can't explain by words. Have you heard why people falling in love with no reason? You can say it is because she is beautiful or he is smart and gorgeous or what, but you are the one who knew about the truth.

There is no reason.

I don't know why what I wrote are all blue, sad, dramatic, tragedic or so. It is seem like I'm capable to write on the thing like this so I just do it. It is not I'm never trying to write something happy, bright and full of smile and joy. I tried. I just never show it to people.Why? Because I think it is not good enough to be read by people. Even myself sometimes can't accept it.

 

Hallo, selamat tengah malam Kak!

Baru aja posting Dear You chapter 25 yang lagi-lagi galau ngetz! Maapin siih ya kalo isi blog ini gak membangun sama sekali :")

Gak pernah berniat menularkan kegalauan ini sama orang-orang, cuma aja blog ini salah satu dari segelintir alternatif yang diberikan peradaban untuk jadi ladang curhat, menguras emosi demi mendapatkan kejernihan hati hihihi. Alhasil jadinya begini deh.

Pernah kok nyoba buat berbagi cerita bahagia, sering siih sepertinya. Tapi ya gitu, gue sendiri yang baca dan ngerasa itu garing jadinya minder sendiri mau nulis lagi apalagi sampe diposting. Banyak kok curhatan sampah pas lagi bahagia, lagi terbang ke langit ke tujuh, dan pas lagi baper-bapernya dimanis-manisan beberapa orang yang tidak perlu disebutkan namanya; kayak misalnya fina atau kak dinda gitu :3

HAHAHA!

Tapi gak ada feelingnya :( gue sendiri yang mengadili dan menjatuhkan predikat gak layak jadi gak pernah mau diposting. Mungkin disini gue mesti introspeksi diri dan belajar lebih banyak lagi. Semoga ke depan gue bisa menulis cerita yang lebih bagus, gak peduli galau atau ceria, semoga yang gue tulis paling gak bisa bikin orang lain tersenyum lah, meskipun itu senyum masem hehe. YANG PALING PENTING, SEMOGA SEMUA TUGAS SELESAI! Gak peduli tugas kampus atau tanggung jawab organisasi, yang jelas pingin semuanya kelar.

Have a good life!

Dear You #25


“Ketika kata tertinggal tanpa sempat terucap,
Atau rasa yang dimatikan dengan sengaja begitu saja.
Percayalah suatu saat akan datang waktu dimana
keduanya kembali dalam satu kesempatan yang sama untuk membuatmu terluka.”


nofitachandra


Kita pernah sekali mengeja tiap waktu yang kita habiskan bersama, berharap akan jawaban dari apa yang sebenarnya dituntut oleh hati. Pengakuan? Atau sekedar kebersamaan sudah cukup untuk membayar setiap keraguan-raguan?


Mungkin bukan keinginan kedua dari kita yang salah, ketika kita berdiri berseberangan menginginkan sesuatu yang berlainan. Mungkin ini hanyalah keserakahanku atau keegoisanmu yang memisahkan harmoni yang selama ini kita banggakan. Atau memang sudah tiba saatnya untuk kita berdiri dan kemudian saling pergi meninggalkan.


Tidak terasa sakit, atau mungkin belum. Hanya terkadang sesekali ku dapati diriku menyesal, duduk tersudut sendirian dengan kepala yang dipenuhi banyak pikiran. Pikiran-pikiran tentang konsep ‘bagaimana jika’, bagaimana jika diantara kita tidak terjadi perpecahan? Bagaimana jika diantara kamu dan aku telah cukup dewasa untuk bisa saling berkorban merelakan demi apa yang dikatakan orang tentang kebersamaan? Bagaimana jika sejak awal kita cukup tegas untuk tidak pernah lebih meminta atau bertahan dari apa yang pantas kita dapatkan?


Tapi aku tidak pergi tiba-tiba tanpa kata, tidak meninggalkanmu tanpa sebelumnya memberitahu. Bukan ingin menyalahkan, hanya cukup kamu untuk tahu bahwa keputusanmu untuk tiba-tiba menyudahi apa yang belum sempat kita mulai, menyentakku. Untunglah masa lalu mengajariku banyak tentang bagaimana bersiap untuk kemungkinan terburuk sehingga aku tidak terlalu dalam terhempas.


Tapi sudahlah, waktu yang berlalu sudah menempatkan kita jauh dari titik dimana kita bersama sebelumnya. Tidak ada lagi yang mampu diperbaiki karena nyatanya memang tidak ada yang rusak. Dan juga, tidak ada yang perlu dipersalahkan karena ini bukanlah kasus diatas meja pengadilan. Hanya saja, aku masih menunggu waktu dimana aku melihatmu menyadari semuanya. Sadar atas kesempatan yang terbuang tanpa sempat dipertimbangkan atau kemungkinan-kemungkinan yang sengaja tidak diwujudkan.


Waktu berjalan maju tanpa pernah menunggu. Dan, berdasarkan cerita bahwa penyesalan hanya akan ditemui diakhir waktu. Jadi, mari kita tunggu akhir waktu itu dan melihat penyesalankah yang telah menanti kita disana? Ataukah rasa syukur yang melegakan yang akan menyambut kita nantinya?