Minggu, 26 Februari 2017

[REVIEW] The Body Shop - Tea Tree Mattifying Lotion

Dan gue kembali lagi dengan review skin care dari brand kecintaan gue, The Body Shop. Masih dari series yang sama, Tea Tree Series, tapi kali ini dari produk lain yang gak kalah hebatnya. Singkatnya ini adalah pelembab sekaligus krim siang dari rangkaian Tea Tree Series from The Body Shop. Tapi kalo kita lihat nama yang tertera di kemasan produk adalah Tea Tree Mattifying Lotion.


Lotion ini adalah produk pertama dari rangkaian Tea Tree Series yang gue purchase waktu jerawat dimuka gue lagi parah-parahnya. Jerawat gue waktu itu bermunculuan luar biasa, meradang, dan gedek-gedek banget gak bisa disembunyiin. “HERE” the link from the previous post, you’ll see how horrible my face is. Pada waktu itu gue emang lagi nyari pelembab muka karena mau berenti pake bb cream dan sun block yang bikin muka tambah berminyak, menyumbat pori-pori dan tentunya berujung pada jerawat yang tambah parah. Kebetulan di The Body Shop lagi ada diskon besar-besaran, sayangnya bukan untuk series Tea Tree.

Setelah konsultasi panjang dengan mbaknya yang sangat sabar waktu itu, akhirnya gue memutuskan untuk nyobain lotion ini. Awalnya gue sempet khawatir, gue kira gak cocok atau gimana karena bukannya mendingan jerawat gue malah tambah parah. Karena dua kali gue pernah pake produk dari dokter dan gak pernah melalui tahap purging, jadi gue simpulkan bahwa kuit gue gak pake purging-purgingan kalo ganti skin care. Tapi ternyata jerawat yang tambah parah itu adalah bagian dari purging. Wuih, luar biasa sumpaaah sampe rasanya pingin gak punya muka. Untungnya setelah dikombinasikan dengan serum dan facial foamnya, hasil dengan cepat terlihat hehehehe.



ngeri gak? ini belum bagian terparahnya loh :""

Lotion ini di-package dalam tube 50 ml dan dibanderol dengan harga 189K. Lumayan juga untuk ukuran krim siang dan kantong mahasiswa ehehehe




Cara penggunaannya cukup keluarkan isi dari tube-nya seperlunya, letakkan di punggung tangan terus totol-totol ke titik-titik wajah; kening, hidung, dagu, dan kedua pipi kamu. Baru diratakan. Seperti biasanya aroma khas Tea Tree, yang kayak minyak kayu putih itu, juga bisa tercium di produk ini. Teskturnya gel like tapi lebih firm dan soft gitu, warnanya putih.

segitu cukup kok untuk 1x pemakaian :)

Dengan isi 50 ml gue purchase dari September sampe sekarang belum habis-habis, kalo dulu gue makenya setiap hari pagi-sore, meski dirumah aja tetep gue pake karena dia kan memang berfungsi sebagai pelembab jadi gak apa dipake tiap hari. Tapi udah hampir dua bulanan ini gue makenya cuma pagi hari aja, itu pun kadang kalo bersih-bersih udah kesiangan suka males dan gue skip ehehehe

meski pemakaiannya hemat, don't use it over 12 months ya :)


Yang paling kerasa setelah menggunakan lotion ini adalah :

  • Kulit gue lembab
  • Minyak di wajah berkurang
  • Jerawat lebih calm, meski peradangannya masih kelihatan banget karena merah-merah
  • Lotion ini ringan banget, gak berasa banget dipakenya


Tapi meski gue mengacungi jempol untuk lotion ini, gue merasa masih ada yang kurang sih, yaitu :

  • Gue berharap ada tambahan sun protection-nya walau kecil jadi gak perlu pake sunblock atau bb cream lagi (masih takut mau pake bb cream, takut nyumbat pori-pori dan jerawatan lagi)


Udah sih, cuma itu komplain gue ke produk ini. Mungkin sengaja diproduksi tanpa sun protection biar kemampuannya sebagai pelembab lebih optimal kali ya? Gue selama ini percaya sebuah produk dengan satu fungsi yang spesifik lebih hebat fungsinya dibandingin produk dengan beberapa fungsi sekaligus. So why don’t you try it?

Happy Sunday^^

Minggu, 19 Februari 2017

Dear You #30



Malam yang semakin larut dan sepasang mata sayu yang hampir menyerah. Dilanjutkan dengan sepenggal kisah usang tentang hati yang belum ingin kalah. Dua pasang kaki yang kokoh menjejak, dan sebuah peluk dari dua pasang lengan yang terjalin. Mimpi untuk berpadu dengan kedua; malam dan dirimu. Jemari tempat harapku berkait, percaya tempat yakinku dirakit.

 


Matamu adalah rumah bagi segala rindu, sementara sapamu adalah semilir angin yang menerbangkan anak rambutku. Aku ingin mendekap keluh kesahmu, menangkap bulir air mata yang jatuh tak tertahan keluar dari dua kelopak matamu. Biarkan rinduku terukir sebagai galaksi lain bintang malam diatas langit. Izinkan saja harapku tumbuh besar dibawah kuasa kasihmu. Aku tidak akan meninggalkanmu, tidak berhenti barang sedetik untuk mengertikanmu. Tidak saat ini, tidak saat matahari terbenam esok.

 


Lampu-lampu jalanan seperti kunang-kunang yang berterbangan, menari-nari diatas langit bak pelita dalam gelapnya malam. Suara bising dari mesin motor dan pedal gas yang kau kendalikan, paduan antara kecepatan dan keragu-raguanku untuk mendekapmu sekali untuk sekarang. Ada apa dengan malam, mengapa dinginnya mematikan? Ada apa denganmu, Tuan, mengapa tatapmu melemahkan?

 


Tak ada pelangi tanpa hujan, tak ada hidup jika tanpa tujuan.

 


Senyummu menorehkan cerita lain dalam hidupku, membenamkanku dalam buaian sejuta mimpi. Dirimu, Tuan, adalah ujung dari mimpi yang ku rajut semalam. Mimpimu, Tuan, adalah pusat harap dimana ku putuskan menetap. Jangan pergi, Tuan, jangan menghilang. Meski ku tau kau adalah sebenar-benarnya petualang, tapi sesekali lelah lah dan kembali pulang. Tidak untuk mengeluh hanya untuk berada dalam jarak untukku rengkuh.



Aku bisa tanpamu, Tuan. Tapi cintaku tak bisa begitu saja kau buang dan matikan. Aku bisa tanpamu, Tuan. Tapi rinduku harus bisa kau selamatkan. Jangan dulu berakhir, Tuan, karena tanpamu kisah ini akan mati dan terlupakan. Jangan dulu menyerah, Tuan, karena tanpamu tungku api harapanku kekurangan baranya. Beri kesempatan, Tuan, biarkan kita mencoba.. karena siapa yang tahu bahwa luka pada hatimu akulah penawarnya. Tolong indahkan, Tuan, mari kita eja bersama.. karena siapa yang tahu aku adalah satu yang berhasil dari sekian banyak yang gagal.

 

 

Palembang, 19 Februari 2016
2.20 AM 

Sabtu, 18 Februari 2017

Sepasang mata dan tatap

Kau simpan bahagiaku pada sebuah tatap yang tak kunjung lagi ku lihat.
Yang kau bawa pergi dan kau habiskan sendiri.
Sementara aku merana tanpa engkau yang menemani.
Bagaimana rasa pelukmu?
Apakah sehangat kata-kata yang kau bagi?
Bagaimana leluasa ruang hatimu?
Apakah sama seperti tawa lepas yang kau beri?
Jika saja bisa kau memahaminya…
Mungkin barang sedetik saja aku bisa bahagia.
Tapi selain buta cinta juga tak berdaya.
Membuat orang-orang bodoh karenanya.
Dan aku bodoh karenamu, karena aku mencintaimu.
Sengaja ku tutup mata dan telinga.
Agar meresap betul apa yang dikatakan orang tentang cinta.
Baik sakitnya, baik rindunya….
Dan keinginanku untuk kembali menatap sepasang mata itu belum terwujud juga.
Dan ku simpulkan bahwa rindu ini akan terus tumbuh memanjang…
Sampai jauh dan tak lagi terlihat.
Sampai lama dan tak lagi bisa dihemat.
Sampai pada akhirnya berhenti antara dua pilihan berat,
Lanjutkan atau tamat.
Dan sepasang mata dengan tatapan hangat itu masih menghantui.
Entah kapan kau akan menatapku seperti itu lagi.
Entah kapan tatapan itu akan menjadi milikku lagi.


Palembang, Februari 2nd, 2017
1212 am 

Love Notes

Waktu mempermainkan ku lagi. Kenyataan menundukkanku lagi. Dunia mengalahkanku lagi. Aku tersudut kalah dan tak berkawan. Menyaksikan bahagiamu yang lagi dan lagi tak jadi milikku. Lagi dan lagi aku tertinggal bersama luka yang berdarah-darah. Segenap hati yang aku berikan tak cukup rupanya, bahkan setelah ditambahkan sebongkah cinta yang tak terbagi dua apalagi tiga.
Berkali-kali kalah tapi aku tak juga patah. Berkali-kali berdarah tapi belum juga mati. Seolah dunia ingin menyakitiku berkali-kali. Seolah-olah takdir ingin menghukumku lagi dan lagi. Menyalahkanmu tak ada guna, menyalahkan dunia hanya membuatku lebih berdosa. Tapi aku bisa apa?! Aku ingin berteriak dan menyatakan kekecewaan yang bertumpuk dalam dada. Belum lagi rasa sakit yang tak berujung yang selama ini ku simpan sendirian saja.
Aku ingin sekali saja merasa menang. Tak perlu kemenangan besar, cukup satu kemenangan sederhana, seperti lewat sejenak dalam pikiranmu yang sibuk atau tersenyum sekali tanpa ada luka yang ditutup-tutupi. Aku tak ingin kemenangan lain selain rasa bebas tanpa kebas, rasa utuh tanpa perlu takut merasa runtuh.
Bagaimana caranya meminta keadilan pada dunia sedang dunia tak bermata, berhidung, juga bertelinga? Ia tak akan mendengarku atau membalas tatapku. Aku ingin mengertikannya, memahaminya agar tak lagi dan lagi menyalahkannya. Agar aku paham aku pantas kalah, agar aku rendah diri dan mengerti alasan mengapa tersakiti.
Kuasa waktu dan paduan takdir memenjarakanku lagi pada titik ini. Titik dimana tak ada kamu dan aku yang berproses menjadi kita. Titik dimana keadaan mengarah pada aku yang terluka dan kau tetap bahagia. Apakah harus selalu seperti itu bagiannya? Satu orang terluka agar satu yang lain bisa bahagia? Seperti mempersilakan seseorang menjejak surge sementara kita kian dekat pada neraka.
Dunia entah sampai kapan ia akan menyerang, tak perduli aku yang berkali-kali mengerang. Engkau entah sampai kapan kau akan menjadi tuli dan buta, tak perduli aku yang menghujamimu dengan segenap cinta. Rindu yang ku tutup dengan lapisan batu mengeras membentuk sebongkah kesombongan bernama setia. Entah setiap atau bodoh tepatnya, tapi ia menyatakan bersedia bahagia dalam luka. Dan lagi-lagi aku menyadari.. aku berputar pada babak lain kekalahan.