Kamis, 24 Oktober 2013

Sparkling Taylor #14

It's chapter 14!!!
Sorry for waiting too long, but I hope its gonna be worth for you. Enjoy :***



CHAPTER 14

 

 “Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apa kau berteman sangat dekat dengan Sarah?”

Taylor jalan mendahuluiku, menuju ruang sepi di dekat sudut lapangan. “Tidak juga. Aku mengenalnya beberapa tahun yang lalu, sebelum dia memutuskan pindah ke sini. Well, aku merasa bosan di tempatku yang lama dan akhirnya mencari tempat baru. Sarah merekomendasikan tempat ini.”

“Berarti kalian dekat.”

“Memangnya ada masalah kalau kami berdua dekat? Terdengar sepertinya kau cemburu.” Taylor tersenyum lebar, memamerkan sederet gigi putihnya.

Aku menekuk wajahku, bersedekap kemudian berbicara padanya. “Aku sudah punya pacar.” Dalam hatiku aku tertawa keras. Apa-apaan orang ini, kami belum genap dua puluh empat jam berkenalan dan dia sudah bisa berkata sesantai itu padaku.

“Benarkah? Joe?” ia menyipitkan matanya.

Mataku membelalak terkejut. “Bagaimana anak baru ini bisa mengetahuinya?” pikirku dalam hati. “Kau....”

“Aku tahu. Banyak yang tahu soal itu. Joe bukan laki-laki tipe biasa kan? Jelas semua orang membicarakanmu.”

“Benarkah?”

Ia mengangguk seraya tersenyum. “Taylor, pernahkah kau mendengar ini sebelumnya?”

“Apa?” keningku berkerut.

“Kau cantik. Lebih dari pada itu aku tidak tahu... kau memesona. Pernahkah Joe mengatakan hal seperti itu padamu?” tatapan wajahnya tampak iba, ia seperti mengasihaniku.

= = =

“Terdengar sepertinya dia menyukaimu, Tay.”

Aku mengangguk-angguk kemudian menggeleng. “Dia baik, Abby. Sangat ramah... dia tidak pernah lupa untuk tersenyum.”

“Terdengar sepertinya kau juga mulai mencari jalan untuk menyukainya.”

“Dia bilang aku tidak hanya cantik tapi memesona. Nick bahkan mengatakan kalau aku memesona waktu ia melihatku berubah penampilan, meski pun aku berubah karena permintaan kakaknya juga. Tapi itu bukti bahwa aku memang tidak seburuk itu.”

“Kau memang tidak buruk.”

“Tapi, Abby, mengapa Joe masih seperti mau-tidak mau menjalani hubungan ini denganku? Ada masalah lain....”

“Kau harus mencari tahu sendiri.”

“Apa harus aku jadi detektif untuk menyelidikinya? Dasar dari sebuah hubungan adalah percaya, kalau aku melakukan itu aku berarti tidak percaya pada Joe dan berarti hubungan kami....”

“Akhiri saja kalau kau sudah lelah. Kau dengar sendiri kan, ada banyak orang yang memujimu. Kau hanya kurang menunjukkan diri dan eksistensimu, Tay. Lihat... kau pandai bermusik, kau bisa menciptakan banyak lagu dalam waktu singkat, itu tandanya kau jenius. Kau juga cantik.... Kau punya potensi untuk berada di level yang sama seperti Joe.”

“Benarkah?” aku menatap Abby serius.

Aku sepertinya kurang percaya akan hal itu. Seperti yang aku tahu Abigail nyaris tidak pernah serius dalam urusan memujiku.

“Aku rasa aku harus bicara dengan Joe.”

“Aku rasa juga begitu.”

Aku berbalik menatap Abigail, ku tatap matanya lekat-lekat.

“Apa yang akan terjadi jika semuanya berakhir, Abby?”

“Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja.” Senyumnya menegarkanku. “Tidak ada yang salah dengan status single Taylor. Tidak ada yang salah kalau kenyataan mengatakan kita tidak cukup baik maka kita didepak oleh mantan kita sekarang. Se-ka-rang. Garis bawahi kata itu, karena nanti pada saatnya mereka akan sangat menyesal telah melakukannya.”

“Kau tampaknya sangat yakin.”

“Tentu.” Abigail mengangguk dengan cepat. “Dan pikirkan soal Taylor. Oh, taylor square!!! Apa itu tidak gila untukmu?” Abigail tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya padaku, menggodaku.

“Sebenarnya aku rasa ia hanya mengasihaniku. Yaaah, siapa tau Sarah bercerita banyak soal betapa menyedihkannya kisahku. Tidak heran dia jadi sangat tersentuh.”

Abigail tidak lagi mendengarkan celotehanku. Ia sibuk menonton teve dan tertawa-tawa sendiri, entah karena memang acaranya sangat lucu atau nasibku yang sangat lucu.

Sejujurnya, aku lelah dengan Abby yang akhir-akhir ini bersikap seperti anak kecil yang selalu menjodoh-jodohkanku dengan Taylor dan mengarang cerita dongeng seperti kisah yang biasa aku dengan waktu aku kecil. Entah mengapa pemikiran Abby akhir-akhir ini agak dramatis, terlalu fairytale concept. Aku tidak suka. Ia menjadi terlalu bersemangat saat membuat hubungan yang bisa ‘dihubung-hubungkan’ antara aku dan Mr. Lautner. Bukannya tidak suka, aku hanya tidak ingin itu semua berawal menjadi sebuah pengharapan baru. Aku benci berharap karena nyaris semua harapanku bermuara pada kekecewaan.

Tapi terkadang ketika berada di kamar sendirian aku terngiang lagi rangkaian cerita yang ia ceritakan panjang-lebar denganku dan mulai memikirkannya. Beberapa menit kemudian aku mendapati diriku senyum-senyum sendiri, tampak seperti aku menikmati semua kisah yang kelewat manis yang ia rangkaiankan untukku. Yah, dongeng memang selalu begitu−berakhir indah dan manis−terlalu manis.

Dan yaaa... benar, aku pikir-pikir aku memang harus mempertimbangkan lagi keberadaan Taylor sekarang. Entah mengapa pembawaannya yang santai tapi serius itu membuat kami cepat dekat dan makin dekat. Kami jarang bertemu karena ia jarang terlihat di lingkungan kampus tapi Taylor tidak pernah absen mengirimkan pesan singkat, minimal sehari sekali. Untuk menjaga hubungan baik, begitu kilahnya. Dan aku menikmati sesebentar apapun waktu ketika aku bisa menjangkaunya meski hanya lewat dunia maya. Taylor akan menjadi teman dekatku selanjutnya setelah Abby, begitu sepertinya.

Hey, do you know something? People always throw a rocks to the thing that shine. Proud to be that thing, Taylor...

Jumat, 18 Oktober 2013

Dear You #15



Hati ini sudah cukup lama membeku, bisa dibilang nyaris saja mati, terkubur dalam reruntuhan es dengan suhu dibawah titik beku, membuatnya tak lagi mampu peka terhadap rasa lain selain sakit dan rindu karena nya dan untuknya.

Perlahan logikaku yang lamban sadar, butuh waktu lama untuk itu, membangunkanku dari tidur panjang penuh mimpi buruk, dimana mimpi burukku adalah selalu tentang kepergiannya. Tanpa kata, tanpa senyuman, tanpa lambaian tangan, tanpa pelukan, tanpa ciuman hangat, tanpa apa pun selain luka, dia pergi dan menghancurkan semua mimpi indahku. Ketika aku tersadar, aku menemukan aku sudah berada dalam dimensi waktu yang berbeda, aku sudah berdiri di tempat yang berbeda dengan mereka yang dulu berada di titik menyedihkan yang sama sepertiku. Kenapa aku lamban sekali? Kenapa mereka cepat sekali lupa? Apa karena mereka tidak benar-benar cinta? Atau karena aku yang terlalu bodoh, mendramatisir dan tak berlogika, hinga terus berlarut dalam perih yang sama untuk waktu yang lama?

Jawaban dari semua pertanyaan itu tidaklah penting, sama sekali tidak. Yang jelas sekarang aku sudah sadar, aku sudah bangun, dan aku tahu aku tidak harus mengulangi lagi kesalahan yang sama itu dikemudian hari. Tidak, tidak! Karena tidak akan ada kesempatan lain untuk terluka yang kedua kali. Karena aku tidak akan membiarkan orang-orang menjatuhkanku lagi, melukaiku lagi, mengecewakan aku lagi. Tidak, tidak akan!

Hidup memilihkan takdirnya untukku bertemu dengan banyak orang, diantara mereka ada yang baik dan ada juga yang jahat. Hidup memilihkan tempat untukku menetap dan tumbuh, diantara tempat-tempat itu ada yang indah ada yang tidak. Hidup selalu bertindak sesuka hatinya terhadap diriku, dan aku menyebut itu adalah kuasa Tuhan. Aku tidak bisa meraung, meronta, dan memaksa Tuhan untuk merubah ketetapan yang dibuat-Nya, untuk menjadikan kehidupanku menjadi sebahagia-bahagianya hidup seperti yang aku inginkan. Yang bisa aku lakukan adalah berusaha mengubahnya dengan caraku sendiri.

Seperti mencintainya yang adalah kuasa Tuhan. Hidup memilihkan waktu, tempat dan dia sebagai jalan untukku tertidur lama sebelum akhirnya sadar dan bangkit lebih kuat lagi seperti sekarang.

Mungkin dalam penantianku itu aku menjadi bodoh, menjadi gila, menjadi tak berguna, tak berharga. Tapi bukan berarti aku akan selamanya begitu kan? Sekarang aku sudah sadar, aku sudah menerima dengan lapang dada kepergiannya. Aku sudah berhasil memisahkan antara masa lalu, masa sekarang dan masa depan. Dan aku sudah berhasil memenangkan kompromi dengan luka yang selama ini bersarang dalam hatiku. Aku juga berhasil memberi sekat yang kuat antara rindu untuknya yang sesekali masih datang menyapa dan keegoisanku untuk mempertahankan masa lalu yang jelas tidak mungkin bisa.

Dari luka dalam yang teramat perih, dari tidur panjang yang terlampau lama, dan dari sebegitu banyaknya kata yang terangkai dari namanya... aku terlahir kembali sebagai sosok yang lebih kuat dan berharga. Hatiku mungkin memang tak akan kembali sempurna, bekas koyakan-koyakan kisah kasih tak sempurna dimasa lalu bersamanya itu akan tetap membekas di sana, tapi setidaknya hati itu sekarang lebih kuat dan lukanya sudah juga sudah pulih. Mungkin terlalu cepat untuk membuka kembali hati itu untuk nama dan cerita baru, tapi... bukankah aku sudah terlalu lama menunggu?

Baiklah, sekarang mari ucapkan selamat tinggal pada masa lalu. Aku janji akan sesekali kembali ketika aku merindukanmu, aku tidak akan melupakanmu sepenuhnya karena kamu memang sudah menjadi bagian dari cerita hidupku. Dan... mari ucapkan selamat datang pada masa depan baru yang lebih cerah, lebih indah dan lebih berwarna. Tuhan janjikan bahagia untuk setiap umatnya yang percaya. Dan aku percaya!


Minggu, 13 Oktober 2013

Dear You #14

Good morning. Sunday morning and long weekend.
Stay far away from home, pass Idul Adha alone without family, okay I know! I should to survive!!!
Then, I want to share the next chapter of 'Dear You', if the currents chapter are inspired by people, now I post the one that inspired by myself haha. Okay, let's enjoy and happy reading!!!



"Kangen itu gak bersyarat. Kangen itu gak tahu waktu. Kangen itu gak ada jadwalnya.

Dan kangen gak ada limitnya.

Parahnya lagi... kangen susah-susah gampang dapetin obatnya."

by Nofita Chandra @nofitachandra 

Sore ini, dibawah langit mendung palembang yang tetep gak bisa ngebuat udara jadi lebih adem. Aku merasakan rindu perlahan-lahan menjalari hati, mengalir lewat darah dan mulai mengganggu organ-organ penting tubuh, mulai dari jantung, hati, paru-paru, bahkan juga otak.

Perlahan aliran darah menderas, membuat jantung berdetak kian cepat. Lari ke paru-paru yang memompa oksigen kian intens membuat ada rasa lelah dan tak enak yang tertahan pada ulu hati. Dan berakhir pada otak yang menangkap sinyal itu dan menjabarkannya sebagai rasa rindu yang tak tertahan, rasa rindu yang menyesakkan. Otakku terus saja memikirkanmu, otakku terus saja mencari-cari cara untuk bisa menemuimu. Sebagian kecil memoriku yang lemah berusaha menarik sisa-sisa ingatanku tentang wajahmu, berharap itu cukup untuk mengurangi rasa rindu yang gila ini.

Kecintaan terhadapmu adalah candu, kian hari cintaku kian tumbuh besar dan membuatku gila. Besarnya cintaku berbanding lurus dengan keegoisanku untuk selalu berada di dekatmu, membuat rindu itu dengan sangat mudah dan seringnya menyergapku ditengah-tengah kesendirian nan jauh dari dirimu.

Kerinduan ini seolah tak mengenal dimensi waktu, ia bisa datang tiba-tiba bersamaan dengan naiknya matahari ke peraduan atau saat bulan sedang bersinar terang dalam lukisan indah langit malam bertabur bintang. Kerinduan ini juga seolah tidak mengenal tempat, seperti tidak tahu diri, ia bisa seketika datang ketika senyumku tengah terkembang saat berada dikeramaian teman-teman, atau kian mencekam disaat kesendirian menjelang tidur malam datang.

Tanpa syarat, tanpa tahu waktu, tanpa ada jadwal, tanpa ada limit. Tanpa ada obat.

Jarak bukan satu-satunya hal yang membuat rindu ini makin parah, tapi juga rasamu yang tak terpaut sama seperti milikku. Aku meragukan kerinduanmu, apakah sama seperti milikku? Tapi rindu ini tidak bersyarat. Terserah, kamu rindu juga atau tidak denganku, tapi aku tetap akan merindukanmu. Mungkin kamu bisa tidur nyenyak malam ini tanpa sedikit pun terbesit  dalam otakmu bagaimana keadaanku, sementara aku menghabiskan setengah lebih dari malam hanya untuk menghapuskan kekhawatiranku tentang keadaanmu.

Dan aku tidak tahu kapan rindu ini akan habis... setelah kita bertemu kah? Setelah aku berhasil memelukmu kah? Atau setelah semua kisah kita usai? Tidak ada jaminan aku bisa berhenti merindukanmu, untuk saat ini aku hanya bisa mengulur waktu lebih lama untuk sampai pada titik terendah dan terburuk dari kerinduanku terhadapmu.

Terkadang setelah bertemu denganmu pun aku belum bisa menuntaskan masalahku dengan rasa rindu ini. Keegoisanku menginginkanmu untuk tetap ada disisiku, keserakahanku menginginkanmu untuk terus berada dalam jarak pandang yang sanggup ku lihat, jarak sentuh yang sanggup aku gapai.

Aku adalah orang yang paling bodoh, egois sekaligus paling tak berdaya jika sudah berbicara soal kerinduan terhadapmu. Aku merindukanmu... selalu merindukanmu.


Kamis, 10 Oktober 2013

Cerita Anak Kos (CAK) #9

Hai Oktober *benerinkacamata*

I hope you go fast, bukan karena gue benci oktober tapi justru karena gue terlalu cinta oktober jadi gue gak mau oktober lama-lama, nanti takutnya susah move on #eaa

Oh ya, belum pernah cerita ya kalo sekarang miss nofita chandra bermata empat? Yup, resmi pake kacamata dan gak mau lepas-lepas lagi karena takut minusnya nambah. Tapi apa mau dikata, cobaannya banyak banget. Hidung gue yang gak seberapa ini kasian, mesti nyangga kacamata yang lumayan berat dan gedek, alhasil kadang masih suka dicopot juga.

Awal oktober kemarin gue balik ke lampung dan bener-bener gak nyesel, meski bayarannya adalah harus idul adha sendirian di sini. Ini bukan kali pertama lebaran dengan kondisi yang stay far away from home and family, tapi walau gitu sekarang rasanya beda. Kalo dulu kan lebaran gak sama orangtua dirumah karena di tempat sodara, terus juga masih ketemu ibu bapak besoknya, tapi sekarang??? Sekarang mesti nyari obat sendiri deh, soalnya galau banget apalagi ditambah lihat Afni Bella Anggi udah pada packing and ready to go to lampung tercintaaah.

Yah, hidup memang cuma tentang pilihan.

Seperti Yuk Titin yang barusan married *selamatmenempuhhidupbaru* *taburinbunga* yang akhirnya memilih si Abang yang ternyata gak lain dan gak bukan ada;ah temen sekelas waktu SMA-nya. Nah kan, betapa gak bisa ditebaknya hidup. Hidup cuma masalah waktu....

Gue menemukan kesuntukan baru di bulan oktober ini. Bukan suntuk karena aktifitas yang itu-itu aja tapi suntuk karena gak ada sedikit pun yang berubah dari kehidupan gue sehari-hari. Tugas semester ini jelas banyak dan buat kuliah jadi makin berasa menantang buat dijalanin, materi kuliah juga berat-berat banget sampe bikin otak lelah luar biasa. Tapi kehidupan diluar itu... semuanya gue rasa masih sama seperti waktu pertama kali sampe ke layo ini.

Perihnya layo sekarang bukan lagi masalah besar, panasnya layo yang menjadi-jadi juga bukan sesuatu yang can break me down, atau hal-hal lain deh biasanya gue keluhin soal kehidupan di sini. Ternyata tuh ya, bukan layo yang butuh berubah tapi gue. Iya gue, gue yang butuh berubah biar semuanya terasa membaik.

Ada banyak resolusi yang menancap di otak, ada banyak kata mutiara dan penyemangat yang tertempel di sekeliling meja belajar, bahkan juga pintu lemari. Tapi semuanya cuma pajangan, cuma tempelan yang gak ngebantu ngerubah apa-apa. Gue tetep aja menye-menye ngejalanin hidup di sini, tapi alhamdulilllah suka ngeluhnya udah mulai berkurang.

Yang gue sadarin akhir-akhir ini satu; gue bakal lebih sering di sini ketimbang rumah, bahkan setelah wisuda pun gak ada jaminan gue bakal balik ke rumah dan ngejalanin hidup yang serba instan dan enak seperti sebelumnya. Dan karena itu gue mulai terbiasa gak ada di rumah, mulai biasa gak ngelihat ibu bapak setiap hari, mulai biasa gak berantem terus sama kiki tiap hari, mulai biasa gak bisa ngider tiap minggu keliling lampung sama bi fida, dan ada banyak kebiasaan-kebiasaan lain yang seperti membuat jarak tapi juga sekaligus menjahit rasa sayang gue buat keluarga lebih erat lagi.

Diluar kehidupan kuliah gue hidup serampangan. Tidur waktu udah ngantuk, bangun waktu udah puas tidur. Makan waktu laper, berenti waktu kenyang. Jogging sore waktu badan udah sakit-sakitan, makan diluar waktu pingin. Pergi ke palembang waktu pingin, mendep di layo kalo lagi mager. Semua gitu, berjalan sesuai mau gue sendiri. Gak ada yang maksa gue bangun pagi, juga tidur cepet. Gak ada yang maksa gue makan atau berenti sebelum badan tambah melar. Gak ada yang maksa gue jogging sebelum sakit pinggang dan ngajak makan diluar pas gue lagi gak pingin. Gak ada yang maksa gue buat ke palembang nyari udara kota atau tetep tinggal di layo dan menikmati layo dengan segala keindahannya.

Hidup gue cuma berisi gue! Hidup gue berjalan karena semua kemauan gue!

Dan itu lebih menyebalkan dari yang selama ini gue bayangkan!!!

Dan gue terjebak disebuah rasa suntuk yang selama ini ternyata tertimbun di sudut, dan sekarang timbunan itu udah menggunung dan mulai gak bisa diatasi. Suntuk ini mulai menjadi sesuatu yang biasa menghancurkan hari gue secara utuh ketika gue mulai ngerasainnya. Dan suntuk ini makin kerasa dengan situasi kosan yang sepi.

Diawal awal nyaris kepertengahan oktober ini gue menggantungkan harapan supaya rasa suntuk ini sedikit demi sedikit bisa terkikis. Supaya gue bisa menjalani hidup di sini dengan perasaan freedom yang melegakan, bukan justru memberatkan.

Make it easier, God, buat jadi gak terasa apa-apa. Amin...

*LoveOctober* *wish*