Jumat, 20 Maret 2015

Love Notes

#INSURGENTEFFECT
 
Well, I'm done with 'insurgent thing'. Yes, I've already watch it! And it's totally good, just not really like what I imagine before. Because, I thought it would be more dangerous, more bloody, more dramatic, sweeter, and more than just what I saw a few hours ago.

 

 

But I like it, still inspired. At least for me who really need an inspiration to get over of my mood. Yes, I'm still can't control it. And you know, I just realize it now that Shailene Woodley is totally cute and girly, on long or short hair. And yes, Theo James is more than just handsome. He's remind me of Edward Cullen, the vampire from Twilight who caught up my heart. The way him become Four, when he moves, when he speak, even when he just stares, it's totally something. His charisma, I just can't deny it even when I want to.

 

 

Yep, he seems mature and fit well to be someone to rely on. The way he told people about his feeling toward Tris, I just felt 'Oh my God, can I be Tris for some minutes?'.

Okay, just go to cinema and buy the ticket.

 

 

 And yes, I want a haircut like what Tris had.

 


Right from Tris's quote from Insurgent, I've something to say, like a confession to myself.


all pictures credit goes to official web, and tumblr


Just read it...

 

Page 077 of 365



“Terima kasih karena telah menjadi pilihan yang salah untukku,

Paling tidak dengan begitu aku tahu benar itu apa.”

 

Bukannya sok positif dan menyembunyikan luka, kecewa itu pasti ada hanya saja aku punya kuasa untuk memilih bagaimana cara untuk memaknainya. Dan aku memilih untuk begini. Ya, memaknainya dengan tidak bermuram durja, tidak mengutuk-ngutuk dan menyalahkan siapa-siapa. Yang aku lakukan adalah berlari kedepan cermin dan berkaca. Dimana letak salahnya? Ada padaku? Atau pada dirinya? Atau mungkin keduanya.

 

Baiklah, mari tidak melemparkan kesalahan pada orang lain dan belajar dewasa mengakui kecerobohan yang diciptakan oleh diri sendiri. Ya, aku salah. Aku salah menilai dirimu. Salah menilai katamu sebagai janji, salah menilai selamanya dalam kamusmu sebagai setia. Ternyata katamu hanya sekedar kata dan selamanya dalam kamusmu memiliki batas masa aktif layaknya pulsa. Oke, aku yang kurang lebar membuka mata.

 

Dan karena aku melihatnya sekarang sebagai kesalahanku, haruskah aku memperparahnya dengan menyalahkan dan menyudutkan diriku sendiri? Tentu saja tidak.

 

Karena sudah begitu bodoh dan ceroboh membawaku padamu, aku menghadiahkan diriku sendiri sebuah pujian kecil. ‘Terima kasih, karena salah memilih dan menunjukkan yang salah itu salah dan yang benar itu benar’. Karena dengan bertemu kesalahan, maka aku mempunya standard sebagai pembanding untuk menarik kesimpulan tentang arti dari kebenaran.

 

Dan ya, yang hanya umbar janji itu salah. Yang benar adalah yang berani tunjukkan aksi. Dan ya, yang bilang selamanya dimulut itu salah. Yang benar adalah selamanya lewat bukti tertulis yang diakui dan sah. Dan ya, yang seperti kamu itu salah. Yang benar adalah... masih harus aku temukan.

 

Lelah? Kecewa? Pasti.

 

Patah semangat? Kehilangan arah? Aku harap tidak.

 

Karena dengan bertemu yang salah, kamu, aku harus cepat-cepat ambil langkah untuk menemukan yang benar. Sebelum waktu kelewat lelah memberikan kesempatan, sebelum makin terlambat dan mau tidak mau aku harus larut dalam penyesalan.

 

Baiklah, sekarang saatnya mengucapkan terima kasih dan selamat berpisah.

 

Terima kasih, karena sudah menjadi yang salah yang menunjukkanku jalan baru yang harus aku tempuh. Terima kasih, karena sudah menjadi yang salah yang membawaku pada pembelajaran baru yang harus segera aku tuntaskan. Terima kasih dan semoga kita bisa sama-sama memandang ini dengan cara yang baik. Dan selamat berpisah, semoga kelak ketika kita bertemu lagi kamu juga merasa sesuatu yang terjadi ketika itu salah. Salah karena kamu melepaskanku, yang benar, untuk orang lain yang ternyata salah.


Rabu, 18 Maret 2015

Love Notes

Damn, ini sakit kepala terberat setelah treatment pengobatan satu minggu full pas balik ke lampung kemarin. Asli, sakit banget gak dilebay-lebayin. Sampe gak bisa buka mata dan kalo kakinya napak mau jalan gitu langsung ngenyut :")

Subhanallahu, mari dinikmati aja dulu sakitnya.


But, I don't know where I got, just so suddenly came the feeling to write something about apology. Yes, I have been say sorry for so many times today, for several person and reason. And that's inspired me to write it down into something bigger, more than just sorry. Ya, saya ahli dalam melebay-lebaykan sesuatu, tidak termasuk perasaan.


For people who get noticed, yes it is about you! People ya, not point it into specific person.






Pages 076 of 365



"Maafku bukan untuk apa-apa,
Aku hanya ingin merasa nyaman bersamamu seperti biasanya."

Harus aku akui kamu sungguh hebat. Dalam hitungan waktu yang singkat kamu berhasil membuatku bercerita panjang-lebar tentang hampir seluruh isi dunia, mulai dari isu percintaan remaja sampai bahasan politik yang lumayan memberatkan kepala. Tanpa kamu minta, tanpa kamu memaksa, kata-kataku mengalir begitu saja. Tidakkah kamu merasa ada yang berbeda?


Tapi kemudian sifat manusiawiku datang, aku melakukan kesalahan yang menurutku tidak cukup besar untuk merusak apa yang telah kita miliki, tapi nyatanya merusak apa yang kita miliki. Aku cukup tahu diri untuk merasa bersalah dan meminta maaf darimu. Tidak mengemis, hanya meminta maaf sebagaimana seharusnya.


Tahu apa salah satu hal yang aku benci dari seorang manusia?


Ketika apa yang diucapkan mulutnya tidak sesuai dengan apa yang dirasakan hatinya. Dimulut berkata ya, tapi hati tidak demikian. Diluar terlihat tersenyum, tapi didalam tidak demikian. Munafik? Tidak, aku masih punya cukup ruang lapang dihatiku untuk memakluminya.


Mungkin karena batas standar rasa maklum satu orang dengan orang yang lain berbeda, sehingga apa yang aku pikir hanya urusan sepele ternyata tidak demikian untukmu. Atau mungkin cara pandang kita yang berbeda, sehingga yang aku anggap hanya hal kecil, justru adalah hal penting bagimu. Entahlah, aku hanya merasa ada yang salah.


Ada yang salah setelah perdebatan kecil kita. Tidak, kamu tidak mendebat siapa-siapa, hanya aku yang berdebat dengan diriku sendiri. Ada yang tidak beres dari kata-katamu yang terkesan dingin ketika aku ulangi lagi dalam benakku. Tidak, kamu tidak begini. Paling tidak, sebelumnya kamu tidak begini.


Aku tidak suka menjatuhkan kesalahan seluruhnya pada diriku sendiri, tapi aku bukan seorang pengecut yang kehilangan suara untuk menegaskan apa yang aku rasakan. Aku merasa bersalah dan aku sudah meminta maaf. Dan jika kamu sudah memaafkan, kenapa sekarang semua terasa tidak sama seperti sebelumnya? Memang kertas yang terlipat akan meninggalkan bekas, tapi bukankah kita manusia berakal dan hati untuk menghilangkan bekasnya? Atau, paling tidak menyamarkannya.


Aku tidak meminta apa-apa, aku hanya minta nyamanku kembali. Nyamanku untuk bebas berbicara sampai larut malam bahkan nyaris pagi denganmu. Nyamanku saat kita diam-diam tersenyum dan tertawa untuk sesuatu yang dunia pun kadang tidak tahu. Nyamanku untuk berkeluh-kesah atau sekedar mengejekmu. Nyamanku yang seperti itu bersamamu.


Meski aku dilarang untuk menjadi egois terhadap keinginannku, tapi aku tidak bisa untuk tidak mempersalahkanmu yang tidak cukup tegas untuk membeberkan kejanggalan dalam perasaanmu. Seperti yang aku bilang, aku merasa bersalah dan untuk itu aku meminta maaf. Dan jika memang maafku belum berkenan kamu terima, maka jangan berikan senyum dan anggukan sebagai jawabannya. Jangan sok menjadi budha dengan tidak mau memberikanku sedikit teguran keras atas kesalahan yang aku buat. Jika aku memang pantas, aku tidak akan protes. Toh, aku pun sudah merasa bersalah.


Sekarang aku mengulangi maafku, bukan untuk apa-apa selain mendapatkan kembali nyaman itu.


Sekarang aku meminta padamu, bisakah kita benar-benar menyudahi ini dan kembali pada titik dimana kita sama-sama merasa nyaman untuk ada untuk satu dan yang lain?

source: tumblr