Minggu, 31 Agustus 2014

Dear You #19


Welll, ini namanya renungan pagi. Emang gue seenak jidat kalo nulis. Udah lama gak ngeblog terus tiba-tiba dateng dan ngasih renungan di minggu pagi yang lumayan cerah ini.
Sebenernya ini gak gue tulis pagi ini, tapi waktu pas libur kemarin. Gak tau deh, tiba-tiba pingin aja nulis ginian. Tulisannya... masih berbau galau lah meski gak galau maksimal. Kan namanya renungan ya, kalo yang baca ngerasa ini galau, ya berarti galau. Kalau gak, ya berarti gak.

Dan gue perlu bikin pengumuman, kalo akhirnya gue jadi addict main game lets get rich padahal kemarin sempet keluar sumpah serapah dari mulut gue karena ngelihat timeline line penuh sama update-an orang soal game ini. Maafin dedek ya, ternyata waktu itu dedek terlalu berpikiran dangkal. Jelas orang-orang pada mau update, soalnya kan dapet free diamond hahaha.

Dan mari kita mulai renungan pagi ini. Jangan lupa, ambil nafas panjang dan dalam... terus meresapi setiap kata yang ada *tsaaah. Tapi inget, jangan tidur lagi.
HAPPY SUNDAY!!!


RENUNGAN TENTANG WAKTU

"Coba kamu renungkan bagaimana ajaibnya waktu mempertemukan dan memisahkan kita.
Dulu kita tersenyum bersama, sekarang kita mencoba tersenyum diujung jalan yang berbeda."

nofitachandra @nofitachandra

Tidak ada yang pernah tahu rahasia dibalik waktu. Setiap detik memiliki rencana berbeda untuk setiap umat manusia yang hidup di dunia, termasuk juga untukku dan kamu.


Beberapa tahun yang lalu kita masih canggung untuk saling menyapa, masih malu-malu untuk berbagi tatap. Tapi seiring berjalannya waktu kita mengenal diri masing-masing, lebih dari sekedar nama dan bagaimana cara untuk menyapa. Kita menemukan cara untuk beradu tatap, bahkan tahu bagaimana caranya berbagi rasa dan menyamakan pandangan.


Beberapa waktu setelahnya kita tidak hanya saling menatap, tapi juga telah mengerti bagaimana caranya saling memahami dan menyayangi satu sama lain. Ajaibnya waktu, dalam beberapa saat saja berhasil membuat orang asing itu menjadi yang terpenting dalam dunia yang kita diami. Hebatnya waktu berhasil mengubah semua aku yang memenuhi dunia menjadi kita. Tidak ada lagi aku, juga kamu, yang ada hanya kita. Ya, kita.


Hari berganti minggu, tahun dan musim berlalu dan aku masih tetap denganmu. Kadang terasa takut meninggalkan satu waktu untuk waktu yang lain, takut meninggalkan sesuatu yang belum usai, takut kehilanganmu jauh dibelakang. Kadang merasa bersemangat menyambut datangnya detik yang baru karena sudah paham akan garansi kebahagiaan yang terus berlanjut dimasa yang akan datang.


Tapi lagi-lagi, semua tentang waktu adalah misteri. Detik ini bahagia kemudian nanti bertemu duka. Ketika duka itu sirna kemudian digantikan dengan ketakutan berikutnya. Ketika sudah pulih dari ketakutan, datang lagi pengharapan baru yang kemudian berujung kecewa. Begitulah, tidak ada habisnya.


Tidak ada pertemuan yang tidak berakhir dengan perpisahan, seperti juga tidak ada bahagia dan sedih yang tidak berjalan berdampingan. Sesekali kita terjegal masalah ini dan itu, terjatuh dan terbuang dari dunia yang mempertemukan kita dulu, tapi banyaknya waktu yang sudah kita lalui dibelakang menegarkan langkah kita, memperkuat rasa kita yang terpaut satu sama lain. Kerikil-kerikil kecil itu bukanlah masalah asalkan kita tetap bersama.


Tapi pada satu titik, ada rasa lelah yang tiba-tiba melanda. Ada kebosanan yang menikam dan menyesakkan dada. Kita yang dulu tidak lagi sama. Alasan dari senyummu dan senyumku tak lagi sama, kita sama-sama tersenyum untuk meyakinkan diri sendiri, membahagiakan hati yang terluka karena terkurung dalam satu rasa yang sama dalam waktu yang begitu lama.


Dan kemudian perpisahan yang selama ini sama-sama kita takutkan hadir didepan pelupuk mata, tidak bisa dihindari meski kita begitu tidak menginginkannya. Kecewa dan air mata menjadi teman setia untuk beberapa waktu setelahnya. Kesendirian menjadi bayang-bayang kemana pun langkah kaki pergi. Tak ada lagi kita, bahkan tidak ada lagi kamu dan aku. Yang ada kini hanya aku sendiri disini dan kamu sendiri disana.


Terpisah oleh jarak dan hubungan yang tak lagi sama membuat kita tak lagi bisa leluasa saling membagi perhatian. Mata yang biasa saling menatap itu kini saling membuang muka ketika berjumpa. Tak ada lagi sapaan hangat dan ucapan selamat tidur diakhir dunia setiap harinya. Tidak ada lagi tawa kita yang membumbung mengisi udara hampa dimalam yang dingin. Tidak ada lagi cinta.


Seketika waktu yang mengubah asing menjadi penting itu, memutar balik lagi keadaan dan menjadikan yang penting menjadi asing. Dalam sekejap hidupku dan hidupmu berubah, atau paling tidak ada secuil tempat dihati masing-masing yang menjadi hampa.


Waktu berjanji akan menyembuhkan luka yang kini mengangga, tapi entah kapan tepatnya. Waktu juga menjanjikan akan mendatangkan seseorang yang mampu membuatku lupa akan luka dan kecewa yang kini aku rasa, tapi entah siapa orangnya dan entah harus menunggu berapa lama. Waktu yang mendekatkanmu denganku, juga yang menjauhkanmu dariku.


Kini kita sama-sama memasuki labirin lain dari permainan waktu si raja misteri. Kini kita sama-sama menumbuhkan pengharapan baru, menguatkan lagi keyakinan akan waktu yang tak pernah salah. Karena waktu adalah kuasa Tuhan yang maha dahsyat, yang tidak berwujud tapi ada, yang tidak dapat direngkuh namun bisa dirasakan, yang selalu datang dan pergi tanpa ada satu pun yang bisa menebak misteri dibalik setiap detiknya.

Sabtu, 16 Agustus 2014

GIANNA'S ATTITUDE

Selamat malam!

Ada yang nagih cerita liburan. Oke, absurd total! Dan gue melewatkan tiga kelas LIA karena 'terpaksa' liburan. Terlalu banyak cerita di liburan tahun ini yang gak bisa ditulis buru-buru malem ini juga. Jadi, buat yang pingin tau banget mohon bersabar sedikit lebih lama.

Gue kasian, blog ini udah nyaris ada sarang laba-labanya karena gue tinggalin kelamaan. Gak ada update apa pun sejaaaakkk.. nah gue sampe lupa kapan terakhir kali nge-post di ini halaman blog.

Dan tanpa disengaja, mungkin karena efek hati yang semalem berbunga-bunga juga karena ditanyain kabar *ciyeeee* lahir sebuah flash fiction absurd yang gue bingung dikasih judul apa. Selalu, gue bingung soal judul. Semoga ya gak absurd-absrud banget jadi gak bikin kalian pusing dan berbi potel kepalanya (?)

Ya udah lah, selamat bermalam minggu dan jangan lupa visit terus ke blog gue yaaa, ke sini hehe^^



Sebel gak kalo pacar kamu sendiri memperlakukan kamu kayak majikannya? Terlalu sopan, terlalu nurut, terlalu jaga perasaan, terlalu ngalah... terlalu datar.


Kalo mau ngomong sama dia berasa lagi ngomong sama profesor. Ejaan kalimatnya pake EYD banget, kayak udah lulusan entah strata berapa jurusan bahasa indonesia. Terus kalo lagi ngobrol bawaannya gak nyaman, gimana mau nyaman kalo segala macem manner, entah dari negara mana aja dibawa-bawa. Gak boleh motong omongan yang lain, oke masih bisa diterima. Gak boleh angkat telepon kalo lagi ngobrol penting, parahnya semua bahasan dianggap penting. Kalau mau bersin atau batuk harus tutup hidung dan mulut, terus lap pake sapu tangan atau tissue dan jangan lupa izin atau minimal kasih kode. Emang bersin atau batuk ada alarm-nya?


Ya tapi begitu kalo pacarannya sama Gianna. Si cewek perfeksionis yang selalu gak lupa manner, tata krama, sopan santun dan saudara-saudaranya. Awalnya sih bangga banget punya pacar yang super begini attitude-nya, rasanya harga diri naik sampe ke langit karena begitu dihormati sama dia. Tapi ya lama-lama dilangit gak dijatuhin rasanya gak enak juga, terus dibuat terbang tinggi tanpa ada niat untuk menggapai dia supaya turun lagi. Ujung-ujungnya jadi gak sejajar, justru melihat dia dari atas kesannya ilfeel. Ya gitu deh....


“Gi... aku ada yang mau diomongin.”

“Oh ya, silahkan.” Gianna melipat kakinya. “Apa yang mau kita bahas, Beb?”


Kevin menghembuskan nafas panjang, belum apa-apa sudah lelah karena reaksi Gianna yang begitu.


Ini soal hubungan kita.” Ucapnya dengan nada berat.


“Ada apa dengan hubungan kita? Kita baik-baik, kan?”


Kevin mengangguk dengan enggan. “Tapi ada masalah... dikit. Ini soal kamu.”

“Aku?” kening Gianna kian mengerut.


“Gi, jujur.. aku capek sama kamu. Bukan sama kamu, tapi sama attitude kamu yang kelewat sempurna itu. Aku berasa bukan lagi pacaran, tapi lagi bimbingan skripsi sama dosen malah lebih parah dari itu. Aku pingin ada momen dimana kita bisa ngobrol haha-hihi kayak pasangan lain, gak selalu serius kayak yang kita jalanin.”

“Kita pernah kok haha-hihi.”

“Pernah. Iya, untuk momen-momen tertentu dan jarang. Itu pun aku ragu apa kamu beneran ketawa karena bahagia atau untuk ngejaga kesopanan kamu aja.”


Gianna mulai tampak tidak suka dengan obrolan ini.


“Aku gak minta kamu hilangin attitude itu, itu bagus kok. Tapi bisa kan, kita lebih relaks sedikit?”


“Misalnya... kayak begini?” tiba-tiba Gianna mengangkat gelas berisi air putih dan menyiramkan isinya ke wajah Kevin.This one... no attitude!” ucapnya dalam geraman kasar.


Kevin hanya bisa pasrah menerimanya. Yaaah, setidaknya meski hubungan ini tidak terselamatkan tapi attitude Gianna tetap terjaga aman. Setidaknya ada yang menang. Ya, Gianna dengan attitude-nya.