It's chapter 14!!!
Sorry for waiting too long, but I hope its gonna be worth for you. Enjoy :***
CHAPTER 14
“Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, apa
kau berteman sangat dekat dengan Sarah?”
Taylor jalan mendahuluiku,
menuju ruang sepi di dekat sudut lapangan. “Tidak juga. Aku mengenalnya
beberapa tahun yang lalu, sebelum dia memutuskan pindah ke sini. Well, aku merasa bosan di tempatku yang
lama dan akhirnya mencari tempat baru. Sarah merekomendasikan tempat ini.”
“Berarti kalian dekat.”
“Memangnya ada masalah kalau
kami berdua dekat? Terdengar sepertinya kau cemburu.” Taylor tersenyum lebar,
memamerkan sederet gigi putihnya.
Aku menekuk wajahku, bersedekap
kemudian berbicara padanya. “Aku sudah punya pacar.” Dalam hatiku aku tertawa
keras. Apa-apaan orang ini, kami belum genap dua puluh empat jam berkenalan dan
dia sudah bisa berkata sesantai itu padaku.
“Benarkah? Joe?” ia menyipitkan
matanya.
Mataku membelalak terkejut. “Bagaimana anak baru ini bisa
mengetahuinya?” pikirku dalam hati. “Kau....”
“Aku tahu. Banyak yang tahu
soal itu. Joe bukan laki-laki tipe biasa kan? Jelas semua orang membicarakanmu.”
“Benarkah?”
Ia mengangguk seraya tersenyum.
“Taylor, pernahkah kau mendengar ini sebelumnya?”
“Apa?” keningku berkerut.
“Kau cantik. Lebih dari pada
itu aku tidak tahu... kau memesona. Pernahkah Joe mengatakan hal seperti itu
padamu?” tatapan wajahnya tampak iba, ia seperti mengasihaniku.
= = =
“Terdengar sepertinya dia
menyukaimu, Tay.”
Aku mengangguk-angguk kemudian
menggeleng. “Dia baik, Abby. Sangat ramah... dia tidak pernah lupa untuk
tersenyum.”
“Terdengar sepertinya kau juga
mulai mencari jalan untuk menyukainya.”
“Dia bilang aku tidak hanya
cantik tapi memesona. Nick bahkan mengatakan kalau aku memesona waktu ia
melihatku berubah penampilan, meski pun aku berubah karena permintaan kakaknya
juga. Tapi itu bukti bahwa aku memang tidak seburuk itu.”
“Kau memang tidak buruk.”
“Tapi, Abby, mengapa Joe masih
seperti mau-tidak mau menjalani hubungan ini denganku? Ada masalah lain....”
“Kau harus mencari tahu
sendiri.”
“Apa harus aku jadi detektif
untuk menyelidikinya? Dasar dari sebuah hubungan adalah percaya, kalau aku
melakukan itu aku berarti tidak percaya pada Joe dan berarti hubungan kami....”
“Akhiri saja kalau kau sudah
lelah. Kau dengar sendiri kan, ada banyak orang yang memujimu. Kau hanya kurang
menunjukkan diri dan eksistensimu, Tay. Lihat... kau pandai bermusik, kau bisa
menciptakan banyak lagu dalam waktu singkat, itu tandanya kau jenius. Kau juga
cantik.... Kau punya potensi untuk berada di level yang sama seperti Joe.”
“Benarkah?” aku menatap Abby
serius.
Aku sepertinya kurang percaya
akan hal itu. Seperti yang aku tahu Abigail nyaris tidak pernah serius dalam
urusan memujiku.
“Aku rasa aku harus bicara
dengan Joe.”
“Aku rasa juga begitu.”
Aku berbalik menatap Abigail,
ku tatap matanya lekat-lekat.
“Apa yang akan terjadi jika
semuanya berakhir, Abby?”
“Jangan khawatir, semuanya akan
baik-baik saja.” Senyumnya menegarkanku. “Tidak ada yang salah dengan status
single Taylor. Tidak ada yang salah kalau kenyataan mengatakan kita tidak cukup
baik maka kita didepak oleh mantan kita sekarang. Se-ka-rang. Garis bawahi kata
itu, karena nanti pada saatnya mereka akan sangat menyesal telah melakukannya.”
“Kau tampaknya sangat yakin.”
“Tentu.” Abigail mengangguk
dengan cepat. “Dan pikirkan soal Taylor. Oh, taylor square!!! Apa itu tidak
gila untukmu?” Abigail tersenyum sambil mengedipkan sebelah matanya padaku,
menggodaku.
“Sebenarnya aku rasa ia hanya
mengasihaniku. Yaaah, siapa tau Sarah bercerita banyak soal betapa
menyedihkannya kisahku. Tidak heran dia jadi sangat tersentuh.”
Abigail tidak lagi mendengarkan
celotehanku. Ia sibuk menonton teve dan tertawa-tawa sendiri, entah karena
memang acaranya sangat lucu atau nasibku yang sangat lucu.
Sejujurnya, aku lelah dengan
Abby yang akhir-akhir ini bersikap seperti anak kecil yang selalu
menjodoh-jodohkanku dengan Taylor dan mengarang cerita dongeng seperti kisah
yang biasa aku dengan waktu aku kecil. Entah mengapa pemikiran Abby akhir-akhir
ini agak dramatis, terlalu fairytale
concept. Aku tidak suka. Ia menjadi terlalu bersemangat saat membuat
hubungan yang bisa ‘dihubung-hubungkan’ antara aku dan Mr. Lautner. Bukannya
tidak suka, aku hanya tidak ingin itu semua berawal menjadi sebuah pengharapan
baru. Aku benci berharap karena nyaris semua harapanku bermuara pada
kekecewaan.
Tapi terkadang ketika berada di
kamar sendirian aku terngiang lagi rangkaian cerita yang ia ceritakan
panjang-lebar denganku dan mulai memikirkannya. Beberapa menit kemudian aku
mendapati diriku senyum-senyum sendiri, tampak seperti aku menikmati semua
kisah yang kelewat manis yang ia rangkaiankan untukku. Yah, dongeng memang
selalu begitu−berakhir indah dan manis−terlalu manis.
Dan yaaa... benar, aku pikir-pikir
aku memang harus mempertimbangkan lagi keberadaan Taylor sekarang. Entah
mengapa pembawaannya yang santai tapi serius itu membuat kami cepat dekat dan
makin dekat. Kami jarang bertemu karena ia jarang terlihat di lingkungan kampus
tapi Taylor tidak pernah absen mengirimkan pesan singkat, minimal sehari
sekali. Untuk menjaga hubungan baik, begitu kilahnya. Dan aku menikmati
sesebentar apapun waktu ketika aku bisa menjangkaunya meski hanya lewat dunia
maya. Taylor akan menjadi teman dekatku selanjutnya setelah Abby, begitu
sepertinya.
Hey, do you know something? People always throw a rocks to the thing that shine. Proud to be that thing, Taylor...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar