Jangankan pelukan hangat, senyummu pun kini sudah
tak lagi terlihat. Jangankan suara tawa, tegur dan sapa pun kini sudah tiada.
Hilang, entah kemana. Tidak tahu siapa yang harus dipersalahkan, entah waktu
atau keadaan, yang kemudian memaksa kita untuk berdiri berjauhan.
Berbekal ribuan jarak, ditemani setumpuk pertanyaan
dan berbayang rindu, yang bisa sama-sama kita lakukan hanya menunggu. Menunggu
sampai waktu berlaku adil dan memulangkanmu padaku atau membawa langkahku
padamu, terserah. Menunggu sampai keadaan mengerti bahwa tidak ada jarak yang
membuat sebuah hubungan menjadi lebih indah. Menunggu sampai yang orang-orang
bilang “indah pada waktunya’ itu benar-benar menemukan waktu yang ia maksudkan.
Tapi selama terpisah darimu ada banyak hal-hal kecil
yang terlewat. Ucapan selamat pagi, pelukan hangat di akhir pekan, canda dan
tawa didepan layar bioskop, raut wajah lecek-mu
setelah pertengkaran kita. Banyak :”) semuanya hanya hal-hal kecil yang seperti tanpa arti kita tinggalkan begitu saja. Tapi tahukah kamu ketika hal-hal kecil itu tertumpuk
dan menggunung tinggi, ia sanggup menyesakkan dada dan membuatku meneteskan air
mata?
Mungkin ini tidak ada artinya bagimu, langit
ditempatmu sekarang berpijak mungkin lebih cerah. Tapi tidak denganku. Karena
tidak perduli dimana pun aku berpijak, langit yang aku tatap tetap sama, kamu.
Kamu adalah langit yang menaungiku, juga mimpi-mimpi dan segenap harapanku. Padamu
aku gantungkan asa, berharap tak sekedar menjadi bunga tidur belaka. Namun aku
bukan langitmu, tidak lagi karena mungkin berkilo-kilo jarak yang membentang
diantara kita kini sanggup mengubah semua yang istimewa menjadi biasa. Membiasakan
kita untuk tidak saling bertegur sapa, membiasakan kita untuk tidak saling
bertanya kabar, membiasakan kita untuk biasa dengan semuanya.
Dan kemudian pada satu titik kita sama-sama lelah.
Dan aku melihat jeda yang kemudian membawa kita pada titik lain. Setelah
bersama, titik lain yang kita temui adalah berpisah. Ya, berpisah.
Seperti hidup yang bertemu mati. Seperti kaya yang
bertemu miskin. Seperti langit yang bertemu bumi. Seperti putih yang bertemu
hitam. Semuanya berubah. Karena keabadian yang paling nyata yang terjadi di
dunia ini adalah ketidakabadian itu sendiri. Dan kita sekarang sedang
menghadapinya, ketidakabadian dari cerita kita.
Bersama deraian air mata, bersama dengan rasa
kecewa, juga dengan segenap sakit yang menyesakkan dada, kita berjalan...
mengambil langkah yang berbeda. Atau mungkin tepatnya aku yang melakukannya. Melepas ikatan yang terasa membebani,
membiarkan jarak menjadi penolong untuk menghapus luka yang kita rasakan saat
ini.
Dan kemudian aku sadar, bahwa jarak yang dulu berhasil merubah
aku dan kamu menjadi kita kini berhasil mengembalikannya lagi seperti semula, merubah
yang biasa menjadi istimewa kemudian kembali lagi seperti sedia kala. Meski
rasa kehilangan dan kecewa itu masih terasa, tapi biarlah pada jarak kita
pasrahkan masa depan. Berharap jarak membantu kita untuk segera lupa.
Dan kali ini aku yakin jarak benar-benar bisa aku andalkan.
Tae pi tae
BalasHapusnjir nyess..
Langsung puterin back to december sebagai backsound-nya hahahahaha
Hapus