Kamis, 02 April 2015

Dear You #21



 

Aku udah di lampung lagi!!! Yeay, ini ngelanjutin draft hasil galau dikosannya di rumah loh. Iya, dikamar. Diatas kasur empuk, cahaya lampu yang hangat, dan suara cekikikan ibu bapak di ruang tengah. Subhanallahu, nikmat Tuhan mana lagi yang sanggup aku dustakan :)

Dan tadinya berniat nulis chapter lain Love Notes, tapi udah kangen ngegalau di Dear You. Jadi, yasudahlah, berlaku adil. Jangan melupakan yang lama ketika sudah menemukan yang baru hehe.

Agak absurd sih, tapi suka banget line up terakhir :")


Selamat menikmati!!!





 

“Tak perlu ajari aku soal tahu diri.
Alasanku melangkah mundur meski perlahan namun pasti rasanya cukup untuk dijadikan bukti.”

nofitachandra 



 

Kita ini apa? Lebih dari teman, tidak cukup tepat untuk menjadi kakak-adik, tapi sama-sama egois dan bodoh untuk mengakui perasaan satu sama lain. Ya, begitulah kita. Atau paling tidak begitulah yang sanggup aku jelaskan lewat kata.



Berkali-kali momen untuk bicara muncul, berkali-kali juga kita sia-siakan. Ribuan tanya yang terlontar dari bibir masing-masing orang, ribuan juga yang kita acuhkan.



Kita terlalu menikmati bagaimana kita, tanpa perduli bahwa akhirnya ini semua membuat kita sama-sama terluka. Aku sudah jatuh terlalu dalam, menyukaimu terlalu banyak, dan membutuhkanmu terlalu sering. Aku tidak bisa lagi jauh darimu, apalagi mengambil langkah pergi meninggalkan lebih dulu. Aku tidak sekuat itu.



Tapi pada akhirnya semua manusia akan lelah dan kemudian pasrah. Dan sekarang yang tergambar dalam otakku hanyalah satu kata ‘TERSERAH’ yang besar untuk menjawab semua pertanyaan menyangkut arah yang kamu dan aku tempuh. Tidak berarah. Tidak ada tujuan. Kita hanya sama-sama terlalu menikmati detik demi detik tanpa batasan. Menikmati detik ketika sama-sama menatap, menikmati detik ketika sama-sama berbagi senyum, menikmati detik ketika sama-sama bertukar peluk.



Dan ketika satu kata tentang tahu diri terucap dari mulutmu, aku seketika tersentak sadar. Oh, ini waktunya aku menarik langkah dan pergi.



Maka tanpa perlu repot-repot berpamitan, atau berlelah meneteskan air mata, aku memilih pergi tanpa sempat kamu menyadari. Kenapa? Karena dulu pun, ketika semua ketidak logisan antara hati dan perasaan mencampuri apa-apa diantara aku dan kamu, kita tidak memulainya dengan apa pun. Yang kita lakukan hanyalah membiarkan semuanya mengalir, seperti air yang bermuara dilautan. Dalam kasus ini, bermuara pada perpisahan.



Bahkan apa-apa yang bertemu akan berpisah, apa-apa yang diikat akan terlepas. Suka atau tidak, semua hal memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang. Dan anggaplah bahwa pertemuan diantara kita adalah permulaan, maka peringatanmu kali ini adalah akhir. Dua sisi itu.



Dan kemudian... semua berakhir begitu saja.



Karena tidak pernah diikat dengan apa-apa, maka melepaskannya pun bisa seenaknya saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar