HAI!!! *jumpalitandalemkamarkos*
Sudah lumayan lama gak curhat disini! Pasti dalem hatinya bertanya-tanya, "lagi gak galau ya, nop, makanya gak nge-blog?". Maaf, boleh ketawa dulu?
HAHAHA! Gak gitu lho, tapi kemarin emang lagi sibuk kuliah, sibuk nyiapin pemilu fkm, sibuk kuis, sibuk ngatur ulang perabotan di kamar, dan sibuk-sibuk yang lainnya. Jadi ya baru sekarang sempetnya, maaf yaaa blog-ku sayang *ciuminlayarlaptop*
Nah, sebelum lanjut belajar patologi dan IGD, juga ngelanjutin revisi UU, izinkan diriku posting chapter lanjutan dari 'Dear You'.
Kali ini akun twitter beruntung yang mengilhami lahirnya tulisan ini adalah akun punyanya mamas ganteng paling juara, Mas Andika Artlagadar @Artlagadar :*
Yaudah gak usah pance, enjoy!
"Kita hanya berdiam,
padahal kita duduk tanpa jarak. Kamu kenapa menjadi sepi ?"
Aku
ingat bibir tipis yang sering menyunggingkan senyum manis yang aku sukai itu,
bagaimana bibir itu membuka dan menutup sangat sering, melontarkan cemoohan,
kata-kata sayang, rindu, terkadang menghardik marah padaku atau hanya tertarik
seulas membentuk senyum setengah jadi yang menawan.
Dulu
kamu cerewet sekali, selalu bawel soal ini dan itu mengenaiku. Jangan makan itu
nanti sakit perut. Gak usah tidur malem-malem biar besok pagi gak bangun kesiangan.
Tenaga jangan diforsir nanti sakit. Tugas dicicil ngerjainnya biar gak jadi
beban. Dan masih banyak celotehan lain yang menghantam pendengaranku
bertubi-tubi setiap harinya.
Dulu
aku juga sama bawelnya denganmu, mengomentari ini dan itu dari celotehanmu.
Kadang komentarku pedas dan berakhir dengan kita yang saling cemberut menatap
satu sama lain. Kadang komentarku kelewat datar hingga membuatmu memilih untuk
pergi sejenak dari sisiku supaya aku tau rasa. Kadang juga komentarku sama
persis seperti apa yang kamu inginkan hingga membuatmu tersenyum lebar dan
merasa bahagia.
Dulu
kita seberisik itu. Mustahil kita bisa duduk berhadapan dalam diam. Pasti ada
guyonan yang keluar dari mulut kita berdua yang kemudian disusul oleh decak
tawa yang membahana, atau mungkin akan ada perdebatan kecil yang timbul dari
acara yang baru saja kita tonton atau orang yang baru saja lewat dihadapan
kita. Selalu ada hal yang membuat kita tidak berhasil mengunci mulut kita rapat-rapat.
Tapi
sekarang situasinya berubah. Kita duduk berhadapan, tanpa ada jarak yang
memisahkan. Mata kita bisa saja dengan bebas saling menatap, tapi kita memilih
untuk tertunduk, menghindari mata masing-masing. Ada apa dengan kita sekarang?
Kenapa kesunyian ini terasa begitu mencekam? Dimana semua canda-tawa dan
komentar-komentar konyol yang dulu biasa keluar dengan mudahnya dari mulut
kita?
Ada
yang salah dengan aku? Ada yang salah dengan kamu? Atau ada yang salah dengan
kita?
Apa
karena sekarang kamu sudah tidak bisa memanggilku sayang lagi jadi kamu diam?
Apa karena sekarang kamu sudah tidak berhak mengetahui keseharianku lagi karena
itu kamu diam? Apa karena kita sudah tidak dalam hubungan yang sama lagi karena
itu kamu diam?
Kamu
masih memiliki hak yang sama untuk berceloteh seperti dulu. Kamu masih memiliki
hak yang sama untuk menjadi seperiang dulu. Kamu masih memiliki hak yang sama
untuk bahagia seperti yang dulu. Meski tidak lagi bersamaku... dan aku pun
demikian.
Jadi,
bisa kan kita menjadi baik-baik saja sekarang? Tak ada jarak yang menjadi
penghalang, tak ada jurang yang jadi pemisah. Bisakah kita seribut dulu lagi
ketika duduk berhadapan seperti ini, meski aku yakin apa yang kita bahas sudah
tidak seperti yang kita bahas dulu? Aku menyukaimu karena celotehan
panjang-lebarmu, jangan berubah, jangan berdiam diri seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar