Love Notes
Pernah ku rasakan hal yang
kurang-lebih serupa beberapa waktu lalu untuk orang yang sama, kamu. Siklusnya juga
tak jauh berbeda, jumpa-tawa-kecewa. Hanya saja sekarang ada bahagia terselip
antara tawa dan kecewa yang mungkin adalah buah dari waktu yang lebih panjang
dari sebelumnya. Atau bisa jadi karena akumulasi dari rasa yang sama yang waktu
itu sempat mampir sebelum terkubur oleh lupa.
Aku tak lagi mengingat apa-apa
tentangmu saat reuni diantara kita tercipta. Aku lupa ramahnya sapamu, manisnya
senyummu, lucunya guyonanmu atau bahkan hangatnya sentuhan-sentuhan yang entah
secara sengaja atau tidak kau bagi padaku. Tapi kau bawakan yang lebih dari
sebelumnya. Senyummu yang lebih lebar, tawamu yang lebih hidup, dan binar pada
matamu yang sekali-dua kali ku tangkap berbeda. Kau ajukan
pertanyaan-pertanyaan sulit diwaktu yang tidak tepat yang memaksaku berpikir
lebih keras. Meski sudah ku pompa kemampuan berpikirku sampai pada batas
maksimum, tapi belum juga aku bisa menjawabnya dengan fasih.
Mimpi-mimpi yang kau ceritakan,
ku amini dengan khidmat. Harapan-harapan
yang kau sampaikan dengan nada setengah bercanda, ku jadikan pijakan dalam
pikiran. Entah bagaimana dengan seketika aku kembali menjadi remaja yang baru
mengenal cinta, yang semua dalam hidupnya dengan ajaib berhubungan dengan si
dia yang dipuja. Dalam sekejap kota ini berada dalam kuasamu.. jalananmu, bangku
dudukmu, lampu merahmu, billboard jalananmu.
Sesak! Terlalu banyak dirimu yang mengkontaminasi jiwa dan ragaku. Suara sumbangmu
yang tiba-tiba muncul disepertiga malam ketika lelap tak kunjung datang, atau
lelucon garing yang membuatku terpaksa mengulum senyum seorang diri.
Mengapa kau datang lagi untuk
mengacau sepetak ruang hati yang sudah berhasil ku tata waktu itu?! Apa harus
berpuluh-puluh purnama lagi ku habiskan untuk kemudian lupa? Sayangnya kali ini
aku tidak sepercaya diri sebelumnya.. Bukan, bukan karena kelewat larut dalam
permainan rasa. Hanya saja kali ini ada secuil harapan yang sedang aku paksa
mati sebelum bernyawa. Ya, aku tidak ingin berharap pada engkau yang tak bisa
aku baca.
Aku memang bukan cenayang, juga
tak ada kelebihan indera yang bisa membuatku mengetahui banyak tentang masa di
depan sana. Tapi sepeninggal reuni kita dan percik-percik entah apa yang kerap
menggelitik didalam dada, menebak-nebak yang belum terjadi menjadi suatu hal
yang paling ku suka. Bagaimana dengan pertemuan berikutnya? Bagaimana setelah
terpisah jeda yang cukup lama? Tapi kepergian yang meninggalkan jarak bukanlah
sesuatu yang ku prediksi, juga bukan sesuatu yang aku suka.
Setelah momen pergi untuk
kembalimu kali ini, aku menemukan kesulitan lain dalam hari yang ku jalani. Ada
banyak yang kau tinggalkan yang tidak bisa begitu saja ku lupakan. Ada banyak
yang secara tidak sengaja kau titipkan yang tidak bisa begitu saja aku buang
atau hibahkan. Mau tidak mau, kau memaksaku menerimanya. Suka tidak suka, kau
memaksaku menyimpannya. Entah untuk berapa lama...
Dan kesibukanku pasca kepergianmu
kali ini masih sama seperti yang sebelumnya. Mengingatkan diri sendiri untuk
tidak mengikuti senandung suaramu dalam benakku, tidak menertawai lelucon yang
kau bagi padaku disenja menjelang bosan kala itu. Ku sapukan harapan-harapan
setengah bodoh itu agar bias dan melegakan dadaku bernafas. Ku tekan
dalam-dalam keinginan-keinginan gila untuk mencarimu, baik nyata maupun maya. Suatu
saat, entah senyum lega atau bahagia, akan mengantarkan kepergianmu berikutnya.
Palembang, 12 November
2016
23.41
Tidak ada komentar:
Posting Komentar