Minggu, 13 November 2016

Love Notes





Pernah ku rasakan hal yang kurang-lebih serupa beberapa waktu lalu untuk orang yang sama, kamu. Siklusnya juga tak jauh berbeda, jumpa-tawa-kecewa. Hanya saja sekarang ada bahagia terselip antara tawa dan kecewa yang mungkin adalah buah dari waktu yang lebih panjang dari sebelumnya. Atau bisa jadi karena akumulasi dari rasa yang sama yang waktu itu sempat mampir sebelum terkubur oleh lupa.

 

Aku tak lagi mengingat apa-apa tentangmu saat reuni diantara kita tercipta. Aku lupa ramahnya sapamu, manisnya senyummu, lucunya guyonanmu atau bahkan hangatnya sentuhan-sentuhan yang entah secara sengaja atau tidak kau bagi padaku. Tapi kau bawakan yang lebih dari sebelumnya. Senyummu yang lebih lebar, tawamu yang lebih hidup, dan binar pada matamu yang sekali-dua kali ku tangkap berbeda. Kau ajukan pertanyaan-pertanyaan sulit diwaktu yang tidak tepat yang memaksaku berpikir lebih keras. Meski sudah ku pompa kemampuan berpikirku sampai pada batas maksimum, tapi belum juga aku bisa menjawabnya dengan fasih.


Mimpi-mimpi yang kau ceritakan, ku amini dengan khidmat.  Harapan-harapan yang kau sampaikan dengan nada setengah bercanda, ku jadikan pijakan dalam pikiran. Entah bagaimana dengan seketika aku kembali menjadi remaja yang baru mengenal cinta, yang semua dalam hidupnya dengan ajaib berhubungan dengan si dia yang dipuja. Dalam sekejap kota ini berada dalam kuasamu.. jalananmu, bangku dudukmu, lampu merahmu, billboard jalananmu. Sesak! Terlalu banyak dirimu yang mengkontaminasi jiwa dan ragaku. Suara sumbangmu yang tiba-tiba muncul disepertiga malam ketika lelap tak kunjung datang, atau lelucon garing yang membuatku terpaksa mengulum senyum seorang diri.


Mengapa kau datang lagi untuk mengacau sepetak ruang hati yang sudah berhasil ku tata waktu itu?! Apa harus berpuluh-puluh purnama lagi ku habiskan untuk kemudian lupa? Sayangnya kali ini aku tidak sepercaya diri sebelumnya.. Bukan, bukan karena kelewat larut dalam permainan rasa. Hanya saja kali ini ada secuil harapan yang sedang aku paksa mati sebelum bernyawa. Ya, aku tidak ingin berharap pada engkau yang tak bisa aku baca.


Aku memang bukan cenayang, juga tak ada kelebihan indera yang bisa membuatku mengetahui banyak tentang masa di depan sana. Tapi sepeninggal reuni kita dan percik-percik entah apa yang kerap menggelitik didalam dada, menebak-nebak yang belum terjadi menjadi suatu hal yang paling ku suka. Bagaimana dengan pertemuan berikutnya? Bagaimana setelah terpisah jeda yang cukup lama? Tapi kepergian yang meninggalkan jarak bukanlah sesuatu yang ku prediksi, juga bukan sesuatu yang aku suka.


Setelah momen pergi untuk kembalimu kali ini, aku menemukan kesulitan lain dalam hari yang ku jalani. Ada banyak yang kau tinggalkan yang tidak bisa begitu saja ku lupakan. Ada banyak yang secara tidak sengaja kau titipkan yang tidak bisa begitu saja aku buang atau hibahkan. Mau tidak mau, kau memaksaku menerimanya. Suka tidak suka, kau memaksaku menyimpannya. Entah untuk berapa lama...


Dan kesibukanku pasca kepergianmu kali ini masih sama seperti yang sebelumnya. Mengingatkan diri sendiri untuk tidak mengikuti senandung suaramu dalam benakku, tidak menertawai lelucon yang kau bagi padaku disenja menjelang bosan kala itu. Ku sapukan harapan-harapan setengah bodoh itu agar bias dan melegakan dadaku bernafas. Ku tekan dalam-dalam keinginan-keinginan gila untuk mencarimu, baik nyata maupun maya. Suatu saat, entah senyum lega atau bahagia, akan mengantarkan kepergianmu berikutnya.

 

 

Palembang, 12 November 2016

23.41


Tidak ada komentar:

Posting Komentar