CHAPTER 5
“Mengapa
kau berpikir aku bisa menerimamu kembali?”
“Oh yang benar saja?” matanya membelalak
menatapku. “Karena aku tahu aku selalu memiliki kesempatan.”
“Ya,
benar. Kau selalu punya kesempatan tidak perduli seburuk apa kau mengakhirinya
dulu.” Aku
tersenyum masam. “Mengapa aku harus mengatakan pada teman-temanmu kalau aku
sangat mencintaimu dan menerimamu kembali dan akan bertahan denganmu setiap
pagi selama satu bulan ke depan?”
“Karena... aku ingin teman-temanku tahu bahwa
aku adalah laki-laki paling beruntung karena bisa mendapatkanmu, membuatmu
membalas cintaku.”
Sulit dipercaya ternyata tidak begitu sulit
menaklukan hati Joe, bahkan aku tidak perlu berlutut untuk memintanya kembali
karena ia sudah membuka pintu hatinya lagi selebar mungkin untuk menyambutku
kembali. Tapi entah mengapa aku sulit berpikir jernih sekarang, yang ada di
dalam otakku hanya alasan yang membuat semua yang dikatakannya tampak seperti
kebohongan. Aku memang tidak pernah bertindak tepat pada apa pun waktu dan
kondisi, mengapa jalan pikiranku aneh sekali? Seminggu yang lalu aku masih
berlutut dihadapan cermin meminta hal seperti ini datang padaku. Tapi sekarang
setelah ini semua benar-benar terjadi aku malah mencari-cari cara untuk tidak
mempercayai ucapan Joe.
Sulit rasanya menepis rasa bangga yang
mengembang dalam dadaku ketika mengingat apa yang ia katakan tentang aku dan
kami beberapa saat yang lalu. Merasa seperti benar-benar istimewa sekaligus
bodoh karena tidak menyadari bahwa apa yang dia pikirkan selama ini sama persis
seperti yang aku harapkan akan ia pikirkan. Ternyata harapanku bukan sekedar
khayalan tinggi belaka, ternyata harapanku itu bukan sekadar harapan kosong
yang sia-sia. Bahagia rasanya melihat senyum itu sekarang tercipta karena aku.
“Jadi... apa yang kau tunggu?”
“Aku tidak tahu....” aku menggeleng pelan. “Hanya
saja sulit bagiku untuk....”
“Kau tidak suka melakukan hal itu, membuktikan
pada mereka bahwa aku memang sangat beruntung? Membuat mereka percaya sekaligus
membungkam mulut mereka....” Joe menggeleng.
“Tidak, bukan seperti itu.”
“Lalu...??”
Aku mengangguk satu kali sebelum akhirnya
bersuara lagi. “Baiklah, aku akan melakukannya.” Jawabku sambil tersenyum.
“Benarkah? Selama satu bulan ke depan?”
“Iya, aku tidak akan cepat bosan.”
“Jadi jawabannya ya?” mata Joe membulat penuh
ekspresi puas dan gembira yang terlihat tulus dan nyata.
Aku mengangguk sambil tersenyum lalu tanpa
sadar Joe memeluk tubuhku. Hanya pelukan singkat sebagai tanda luapan
kebahagiaan kemudian ia melepaskanku dari pelukannya, menatap wajahku sambil
tersenyum lebar.
“Terima kasih, kau menyelamatkanku kali ini...
lagi. Kau benar-benar dewi penyelamat untukku.” Pujinya untukku membuat pipiku
merona merah dan tersipu. “Kita akan rayakan ini!” ucapnya penuh semangat.
“Besok datanglah pagi-pagi ke kampus dan berdandanlah yang cantik, luruskan
rambutmu lagi dan pakailah pakaian yang indah. Aku akan tunjukkan pada mereka
bahwa aku memang pemenang sejati.”
“Meluruskan rambutku? Lagi?”
“Ya. Terus-menerus selama kau bersamaku... aku
lebih suka melihatmu begitu.”
Aku mengangguk lesu. Bukan tidak suka hanya
saja itu sedikit merepotkan, membuatku harus sedikit bangun lebih pagi dan
bergegas sebelum berangkat ke kampus agar aku bisa meluruskan rambut ikalku
dengan sempurna. Tapi baiklah, ini semua demi Joe. Aku tidak akan rugi sama
sekali jika meluangkan sedikit waktu dan bekerja keras jika yang aku dapatkan
adalah dia.
Inilah cinta buta!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar