CHAPTER 8
Lagi lagi aku berkutat dengan tumpukkan buku
menyebalkan malam ini. Berulang kali aku melirik ponselku namun masih belum ada
tanda-tanda penderitaanku akan berakhir. Ini sabtu malam dan aku menunggu Joe
menghubungiku lalu mengajakku pergi keluar, entah kemana saja yang penting
pergi bersamanya. Tapi pada kenyataannya aku harus pasrah dan menerima nasibku
yang seperti biasa suram disetiap sabtu malam bersama setumpuk buku tebal yang
membosankan.
Ketika ponselku berdering dan aku melonjak
kegirangan, rupanya pesan yang masuk bukan dari Joe melainkan dari Abigail.
Entah apa yang membuatnya mengirimiku pesan disaat aku tidak mengharapkan pesan
apa pun selain pesan dari Joe? Dengan enggan aku membuka pesan itu dan
membacanya.
“Hah?” aku tertawa geli. “Sejak kapan orang
ini menjadi biang gosip?”
Bergegas aku mengetik pesan balasan dan
mengirimnya lagi pada Abby.
Aku
sedang dalam mood yang tidak baik untuk bergosip. Anak baru itu masalahmu,
bukan masalahku. Jangan ganggu aku. End~
“Kenapa harus repot-repot memberitahuku soal
anak baru? Aku tidak akan tertarik, sama seperti tidak tertariknya aku untuk
melewati malam ini.” Desahku kecewa sambil membenamkan wajahku dikedua telapak
tangan.
= = =
“Taylor, aku dengar namanya sama dengan
namamu.”
“Ada banyak Taylor di dunia ini dan kenapa kau
harus mempermasalahkan dia denganku?” jawabku dingin sambil terus berjalan.
“Aku penasaran. Mereka bilang dia tampan dan
sangat populer di sekolahnya yang lama. Dia seperti kebalikan dari dirimu.”
“Oke cukup!” aku tiba-tiba berhenti berjalan
dan Abby tanpa sengaja menginjak kaki kiriku. “Aw!” jeritku kesakitan.
“Maaf....” sesalnya. “Ayolah, Taylor, kita
cari dia dan lihat seperti apa dia sebenarnya. Beberapa mahasiswi bilang kalau
ketampanannya bahkan mengalahkan Joe.”
“Oh benarkah?” tanyaku sok tertarik. “Aku
benar-benar tidak ada niatan, tidak perduli setampan apa wajahnya. Permisi.”
Bagiku tidak ada yang lebih tampan dari Joe.
Bukankah Abigail sendiri yang bilang kalau cinta itu membuat orang menjadi
buta? Dan aku sekarang buta, aku tidak bisa melihat apa-apa, hanya Joe yang ada
di seluruh penglihatanku. Dan apa itu salahku? Apa Abigail berpikir bahwa aku
ingin begitu? Jujur saja, aku tidak ingin. Aku sungguh ingin hidup normal, tapi
aku merasa tidak bisa bernafas jika aku tidak memikirkan Joe meski hanya
sedetik. Oke, cukup! Aku berlebihan sekarang! Aku harus kembali fokus, aku harus
melakukan apa yang harus aku lakukan hari ini. Aku harus menyelesaikan
masalahku dulu baru menyelesaikan yang lain-lain.
Apa aku punya masalah? Ya, tentu saja. Hidup
ini akan lebih indah dan berwarna dengan sejuta masalah yang ada, bukankah
begitu? Jadi, mari nikmati sejenak masalah kita hari ini dan rasakan
pendewasaan diri secara natural yang kita bisa lakukan dari masalah yang kita
hadapi^^
“Oke baiklah, bagaimana kalau kita sekarang bertaruh?”
tiba-tiba Abby sudah berjalan di sisi kananku.
“Bertaruh apa?” jawabku dengan nada malas.
“Bertaruh soal setampan apa dia. Kita lakukan
voting terhadap mahasiswi lain, kita lihat sebanyak apa yang mengakui dia
tampan dans ebanyak apa yang tidak. Kalau ternyata banyak yang beranggapan dia
tidak tampan, kau menang dan kau tidak harus bertemu dengannya. Tapi kalau kau
kalah, kau harus berkenalan padanya. Bagaimana?”
“Untuk apa kita lakukan hal bodoh macam itu, Abby? Lagi
pula....”
“Taylor?” suara itu menginterupsiku untuk segera
berbalik.
Joe. Berdiri di sana, seorang diri, menungguku. Jelas
itu tidak mungkin! Itu hanya... orang asing. Orang asing yang sekarang sedang
berjalan menjauhiku, dia baru saja memanggil namaku tapi dia berbalik pergi. Aku
belum sempat melihat wajahnya karena begitu berbalik yang terlihat hanya
punggungnya yang perlahan menjauh dan menghilang di antara kerumanan mahasiswa
lain.
“Kau dengar ada seseorang yang memanggilku? Baru saja....”
Abigail menggeleng dengan aneh.
“Sepertinya ada yang memanggilku tadi....” aku
menggelengkan kepala. “Oke, baiklah. Soal taruhan itu... lakukan saja dengan
orang lain. Aku punya urusan yang lebih penting.”
“Soal Joe lagi?”
“Benar.”
“Huh.... baiklah. Semoga berhasil!” Abigail seperti
sudah tampak lelah mengetahui aku punya masalah lagi dengan Joe.
“Oke.” Aku berbalik pergi.
Tapi tak begitu lama setelah aku
berjalan Abby memanggilku lagi. Aku kira ia akan berjalan menghampiriku,
ternyata ia tetap berdiri di sana. Dengan jarak yang lumayan jauh Abby
tersenyum dan berkata....
“Taylor, kau tahu tujuan akhir dari
cinta?”
Aku mendengar suaranya dengan jelas
meski sekeliling kami tidak bisa dibilang sepi. Aku menggeleng sambil
menatapnya kebingungan.
Bahagia!”
teriaknya dengan penuh semangat. “Temukan kebahagiaanmu dan itulah cinta
untukmu.” Ucapnya sambil berbalik pergi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar