Sparkling Taylor #13
CHAPTER 13
“Joe... kita akhiri saja semua
ini. Aku sudah sangat amat lelah denganmu!”
“Apa? Kau bilang... hubungan
kita berakhir?”
"Ya. Maafkan aku, Joe. Aku
mencintaimu....”
CUT!!!
Naskahnya jelas salah, salah
besar. Seharusnya Joe yang mengatakan itu padaku, kemudian aku menangis dan
memohonnya untuk tidak pergi. Dan aku akan berakhir menyedihkan karena ternyata
Joe tetap meninggalkanku.
Andai aku bisa lebih tegar
hingga aku sanggup untuk mengatakan hal semacam itu. Andai aku cukup kuat untuk
bisa berdiri dihadapannya, menghadapi perpisahan tanpa derai air mata. Andai
aku cukup tangguh untuk mengakui bahwa ini semua tidak akan bisa berjalan baik.
“Seharusnya kau bahagia.”
“Ya, memang seharusnya aku
bahagia.”
“Kau tahu, kau tidak seburuk itu. Pasti ada yang akan mencintaimu dengan
tulus, percayalah.”
“Benarkah? Mungkinkah begitu?”
“Percayalah pada dirimu, Taylor. Lihat, kau cantik. Kau memesona.”
“Mereka bilang rambutku seperti
pasta, tubuhku tidak sexy.”
“Mereka belum menemukan apa yang membuatmu bersinar. Itu belum terlihat.”
“Apa yang perlu aku tunjukkan?”
“Dirimu. Jadilah dirimu apa adanya. Mereka akan tahu kalau kau berharga.”
Baiklah, cukup berdebat dengan
diri sendirinya. Dengan langkah tertunduk aku meninggalkan cermin. Ingin
rasanya percaya pada ‘diriku yang lain’ yang ada pada cermin, dia begitu
percaya diri dan tatapan matanya begitu hidup dan bersinar. Tidak seperti pada
kenyataannya, aku yang nyata tidak sebaik dia.
= = =
“Happy birth day, Sarah. All
the best to you....”
“Thank you, Taylor. Silahkan
menikmati pestanya. Maaf ini tidak sekeren pesta artis Hollywood di luar sana.”
Aku akan benar-benar menikmati
pesta ini. Sarah, salah satu temanku berulang tahun dan dia mengadakan pesta
dengan tema yang keren, Fairytale concept. Keren kan? Aku akan benar-benar
melupakan semua masalahku dengan Joe, tumpukan buku tugas di rumah dan larut
dalam kesenangan sebagai putri sesaat di pesta ini.
Aku jelas datang sendiri. Joe?
Aku tidak ingin membicarakannya lebih jauh lagi.
Aku tidak mengenakan gaun mahal
rancangan desainer memang, tapi setidaknya aku merasa aku cantik. Ditambah
lagi, Sarah menghadiahkan sebuah mahkota cantik yang menghiasi kepalaku
sekarang, dia bilang aku cocok mengenakannya.
“Baiklah, sebenarnya ini
terlintas begitu saja dibenakku baru saja ini. Tapi sepertinya keren juga.”
Sarah berbicara dari atas panggung kecil, “aku akan mengumumkan sesuatu....”
Tiba-tiba suasana pesta sore
itu berubah penuh semangat, suara riuh tamu undangan memenuhi atmosfer udara di
sana.
“Aku akan mengumumkan King and
Queen dalam acara pestaku ini. Mereka berdua terpilih bukan hanya karena mereka
cantik dan tampan, tapi karena mereka memesona.”
“Huuuu.....” suara kor dari
para tamu undangan membahana.
“Silahkan maju untuk dau orang
yang merasa mendapatkan tanda sebagai King and Queen di atas kepalanya dariku
tadi. Silahkan....”
Aku melangkah kecil, melewati
kerumunan orang-orang yang kini melihat ke arahku. Aku melihat Sarah sudah
tersenyum, menungguku diatas gundukan yang lebih tinggi dari tanah berumput
hijau di lapangan ini. Ketika sampai diujung barisan aku menoleh ke kanan dan
melihat seseorang bertubuh kekar, berkulit lebih hitam dari kulitku melangkah
maju menghampiri Sarah.
“Sarah... bukankah seharusnya
kau yang menjadi ratu di pestamu?”
“Ini hariku, Tay. Kau harus
mengabulkan semua keinginanku, dan aku rasa ini tidak biasa. Ini keren kan?” ia
tersenyum lebar dan aku hanya sanggup membalasnya dengan senyum simpul.
Aku beralih menatap wajah
laki-laki yang mengenakan mahkota king di kepalanya. Wajahnya tampak berseri,
tersenyum ceria, sambil terus menatap Sarah. Dia juga mengucapkan rasa terima
kasih sekaligus mengungkapkan kecanggungannya berdiri sekarang sebagai raja di
pesta ini. sarah menjawabnya dengan kalimat yang kurang-lebih sama seperti yang
ia ucapkan padaku.
“Inilah King and Queen-nya. Duo
Taylor.” Ucap Sarah dengan nada bangga.
“Taylor?” aku menatap kearah si
King itu dengan kebingungan.
“Taylor Lautner.” Ucapnya
sambil tersenyum.
“Oh....” aku terkesiap.
“Senang bisa berpasangan
denganmu, Taylor. Oh....” ia terlihat kikuk sendiri. “Aneh rasanya memanggil
nama orang yang sama dengan namaku. Ini pertama kalinya aku berkenalan dengan
orang yang bernama sama.”
“Oh ya? Hai.... Taylor.” Aku
juga jadi ikut-ikutan kikuk.
Ia menatapku malu-malu kemudian
ia tertawa tak berapa lama aku mengikuti tawanya. “Aku Taylor Swift.”
“Aku bingung harus memanggilmu
apa.” Ia mengakuinya sambil memiringkan kepalanya. “Tapi aneh jika aku
memanggilmu dengan nama belakangmu kan, Miss Swift?”
Aku tersenyum. “Ingat tidak aku
kemarin menghalangi jalanmu di koridor?
Ia tampak seperti berpikir
sejenak kemudian ia menatapku dengan tatapan menyesal sekaligus bersalah sambil
menggeleng pelan. “Aku agak buruk soal mengingat.” Ucapnya.
“Oh, tidak apa. Sungguh.” Jawabku
buru-buru takut ia merasa aku orang yang terlalu sensitif atau bagaimana.
“Well, It’s nice to see you
here... and we have a same name. That’s just....”
“Weird.” Selaku. Kemudian aku
tertawa, ia ikut-ikutan tertawa bersamaku.
“Yaaa, jadi aneh karena aku
seperti memanggil diriku sendiri ketika memanggilmu.” Ucapnya disela-sela
tawanya.
Aku menatap wajahnya lagi
ketika ia sedang tertawa. Sederet gigi putih cemerlang itu tampak kontras
dengan kulitnya yang kecoklatan. Matanya menyipit dan nyaris tak terlihat lagi
sementara tulang pipinya meninggi karena tertawa. Ia tampak begitu polos,
seperti anak kecil ketika tertawa seperti itu. Agak kurang pas menurutku dengan
ukuran badannya yang ekstra wow. Aku suka ternyata ada taylor lain di dunia ini
yang bisa lebih bahagia dariku, mungkin seharusnya taylor yang ada dalam diriku
juga bahagia semudah itu. Seharusnya.
Aku ingin diriku bahagia dan aku menemukan diriku bisa tersenyum lebih lebar dengan Taylor yang hangat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar