Rabu, 21 Agustus 2013

Sparkling Taylor #13



CHAPTER 13

“Joe... kita akhiri saja semua ini. Aku sudah sangat amat lelah denganmu!”

 

“Apa? Kau bilang... hubungan kita berakhir?”

 

"Ya. Maafkan aku, Joe. Aku mencintaimu....”

CUT!!!    

Naskahnya jelas salah, salah besar. Seharusnya Joe yang mengatakan itu padaku, kemudian aku menangis dan memohonnya untuk tidak pergi. Dan aku akan berakhir menyedihkan karena ternyata Joe tetap meninggalkanku.


Andai aku bisa lebih tegar hingga aku sanggup untuk mengatakan hal semacam itu. Andai aku cukup kuat untuk bisa berdiri dihadapannya, menghadapi perpisahan tanpa derai air mata. Andai aku cukup tangguh untuk mengakui bahwa ini semua tidak akan bisa berjalan baik.



“Seharusnya kau bahagia.”

 


“Ya, memang seharusnya aku bahagia.”

 


Kau tahu, kau tidak seburuk itu. Pasti ada yang akan mencintaimu dengan tulus, percayalah.”


 

“Benarkah? Mungkinkah begitu?”



“Percayalah pada dirimu, Taylor. Lihat, kau cantik. Kau memesona.”



“Mereka bilang rambutku seperti pasta, tubuhku tidak sexy.”



“Mereka belum menemukan apa yang membuatmu bersinar. Itu belum terlihat.”



“Apa yang perlu aku tunjukkan?”



“Dirimu. Jadilah dirimu apa adanya. Mereka akan tahu kalau kau berharga.”



Baiklah, cukup berdebat dengan diri sendirinya. Dengan langkah tertunduk aku meninggalkan cermin. Ingin rasanya percaya pada ‘diriku yang lain’ yang ada pada cermin, dia begitu percaya diri dan tatapan matanya begitu hidup dan bersinar. Tidak seperti pada kenyataannya, aku yang nyata tidak sebaik dia.



= = =



“Happy birth day, Sarah. All the best to you....”



“Thank you, Taylor. Silahkan menikmati pestanya. Maaf ini tidak sekeren pesta artis Hollywood di luar sana.”



Aku akan benar-benar menikmati pesta ini. Sarah, salah satu temanku berulang tahun dan dia mengadakan pesta dengan tema yang keren, Fairytale concept. Keren kan? Aku akan benar-benar melupakan semua masalahku dengan Joe, tumpukan buku tugas di rumah dan larut dalam kesenangan sebagai putri sesaat di pesta ini.



Aku jelas datang sendiri. Joe? Aku tidak ingin membicarakannya lebih jauh lagi.



Aku tidak mengenakan gaun mahal rancangan desainer memang, tapi setidaknya aku merasa aku cantik. Ditambah lagi, Sarah menghadiahkan sebuah mahkota cantik yang menghiasi kepalaku sekarang, dia bilang aku cocok mengenakannya.



“Baiklah, sebenarnya ini terlintas begitu saja dibenakku baru saja ini. Tapi sepertinya keren juga.” Sarah berbicara dari atas panggung kecil, “aku akan mengumumkan sesuatu....”



Tiba-tiba suasana pesta sore itu berubah penuh semangat, suara riuh tamu undangan memenuhi atmosfer udara di sana.


“Aku akan mengumumkan King and Queen dalam acara pestaku ini. Mereka berdua terpilih bukan hanya karena mereka cantik dan tampan, tapi karena mereka memesona.”



“Huuuu.....” suara kor dari para tamu undangan membahana.



“Silahkan maju untuk dau orang yang merasa mendapatkan tanda sebagai King and Queen di atas kepalanya dariku tadi. Silahkan....”



Aku melangkah kecil, melewati kerumunan orang-orang yang kini melihat ke arahku. Aku melihat Sarah sudah tersenyum, menungguku diatas gundukan yang lebih tinggi dari tanah berumput hijau di lapangan ini. Ketika sampai diujung barisan aku menoleh ke kanan dan melihat seseorang bertubuh kekar, berkulit lebih hitam dari kulitku melangkah maju menghampiri Sarah.



“Sarah... bukankah seharusnya kau yang menjadi ratu di pestamu?”


“Ini hariku, Tay. Kau harus mengabulkan semua keinginanku, dan aku rasa ini tidak biasa. Ini keren kan?” ia tersenyum lebar dan aku hanya sanggup membalasnya dengan senyum simpul.



Aku beralih menatap wajah laki-laki yang mengenakan mahkota king di kepalanya. Wajahnya tampak berseri, tersenyum ceria, sambil terus menatap Sarah. Dia juga mengucapkan rasa terima kasih sekaligus mengungkapkan kecanggungannya berdiri sekarang sebagai raja di pesta ini. sarah menjawabnya dengan kalimat yang kurang-lebih sama seperti yang ia ucapkan padaku.



“Inilah King and Queen-nya. Duo Taylor.” Ucap Sarah dengan nada bangga.



“Taylor?” aku menatap kearah si King itu dengan kebingungan.



“Taylor Lautner.” Ucapnya sambil tersenyum.



“Oh....” aku terkesiap.



“Senang bisa berpasangan denganmu, Taylor. Oh....” ia terlihat kikuk sendiri. “Aneh rasanya memanggil nama orang yang sama dengan namaku. Ini pertama kalinya aku berkenalan dengan orang yang bernama sama.”



“Oh ya? Hai.... Taylor.” Aku juga jadi ikut-ikutan kikuk.



Ia menatapku malu-malu kemudian ia tertawa tak berapa lama aku mengikuti tawanya. “Aku Taylor Swift.”

“Aku bingung harus memanggilmu apa.” Ia mengakuinya sambil memiringkan kepalanya. “Tapi aneh jika aku memanggilmu dengan nama belakangmu kan, Miss Swift?”



Aku tersenyum. “Ingat tidak aku kemarin menghalangi jalanmu di koridor?



Ia tampak seperti berpikir sejenak kemudian ia menatapku dengan tatapan menyesal sekaligus bersalah sambil menggeleng pelan. “Aku agak buruk soal mengingat.” Ucapnya.



“Oh, tidak apa. Sungguh.” Jawabku buru-buru takut ia merasa aku orang yang terlalu sensitif atau bagaimana.



“Well, It’s nice to see you here... and we have a same name. That’s just....”



“Weird.” Selaku. Kemudian aku tertawa, ia ikut-ikutan tertawa bersamaku.



“Yaaa, jadi aneh karena aku seperti memanggil diriku sendiri ketika memanggilmu.” Ucapnya disela-sela tawanya.



Aku menatap wajahnya lagi ketika ia sedang tertawa. Sederet gigi putih cemerlang itu tampak kontras dengan kulitnya yang kecoklatan. Matanya menyipit dan nyaris tak terlihat lagi sementara tulang pipinya meninggi karena tertawa. Ia tampak begitu polos, seperti anak kecil ketika tertawa seperti itu. Agak kurang pas menurutku dengan ukuran badannya yang ekstra wow. Aku suka ternyata ada taylor lain di dunia ini yang bisa lebih bahagia dariku, mungkin seharusnya taylor yang ada dalam diriku juga bahagia semudah itu. Seharusnya.

 

Aku ingin diriku bahagia dan aku menemukan diriku bisa tersenyum lebih lebar dengan Taylor yang hangat ini.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar