Minggu, 24 Mei 2015

Love Notes


Tumpah ruah semua air mata gue malem ini. Capek banget seharian ngiterin palembang, ngurusin perlengkapan buat diri sendiri dan untuk kelompok.

 

Dalam rangka apa? Cin, gue mau PBL. Praktek Belajar Lapangan, atau kata Bu Inoy lebih pas disebut Praktek mengaBdi Lapangan. Terserah! Gak perduli!


Terus gitu doang nangis? Cemen banget!

Jangan sok tau! Yang bikin nangis bukan capek, tapi rasa didalem sini nak! *nunjukjantung!*

 

Emang kenapa? Lebay banget ih!

Serah mau bilang lebay atau gimana. Tapi kalian yang belum pernah ngerantau pasti gak pernah ngerasain gimana irinya sama temen-temen yang bisa dibantuin orang tua untuk sekedar packing! Iya, packing! Apalagi ada temen yang orangtuanya sibuk mau nganter, nyusun jadwal buat nengokin seminggu sekali, mau kirimin ini-itu. Sakit! Banget!

Kebayang gak, kalo dulu gak milih kuliah jauh-jauh gak bakal gini-gini banget rasanya?!


Hah, sudahlah!

Sekarang istirahat, besok masih ada segudang tugas yang harus diselesaikan.


Dan... cepet sembuh ibu! Pingin banget peluk, tapi satu bulanan lagi lah ya? :")

Sekarang jaga kesehatan dulu aja, jangan bandel makan ini-itu. Cepet pulang ke rumah, kasian bapak sendirian :")

 

~ ~ ~

source: tumblr
 

Tau apa yang paling menakutkan dari jarak?


Bahwa jarak sanggup membuat orang menjadi tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan untuk melawan tapi juga tetap tak ingin jika harus dipaksa bertahan. Parahnya, jarak terus melahirkan harapan tanpa pernah tahu bagaimana cara membunuh kesepian. Jarak seolah mampu memberikan kehangatan tapi tak pernah bisa memenuhi kebutuhan.


Iya, itulah sepenggal tentang jarak.


Jarak adalah musuh bagi kebanyakan pecinta sekaligus juga mimpi buruk bagi para pecandu rindu. Karena ulahnya mampu menghapus harmonis dan menggantinya menjadi tragis, juga mampu menyingkirkan setia dan menggantinya dengan dusta. Pada akhirnya, jarak yang akan dipersalahkan ketika cinta berakhir dengan luka dan kecewa.


Jarak kadang tidak diukur secara nyata, tapi juga secara rasa. Ketika raga dekat tapi hati tidak saling terpaut, maka ada jarak juga disana. Begitu pun sebaliknya. Manusia kebanyakan hanya mengukur jarak lewat hitungan mil, kilo, dan meter, tanpa pernah benar-benar tahu sebenarnya jarak antara satu hati ke hati yang lain, antara satu rasa ke rasa yang lain, adalah yang lebih penting ketimbang jarak antar raga. Dan kemudian yang terjadi adalah kita kehilangan orang-orang yang dekat dengan kita, dengan atau tanpa kita sadari. Ya, yang dekat menjadi jauh, dan yang jauh kian menjadi jauh.


Namun ada bagian lain dari jarak yang membahagiakan. Tau apa?


Yaitu ketika jarak berhasil menguatkan. Ketika jarak berhasil mengokohkan, entah cinta atau sekedar percaya, maka yakinlah bahwa apa yang telah terbangun tidak akan semudah itu untuk dihancurkan. Ketika jarak membantu proses pendewasaan, ketika jarak berlaku bijak menuntun pada sikap tegar dan rasa ikhlas. Ketika itulah maka halaman terakhir dari cerita tentang jarak berhasil dilewati. Karena sabar dan pasrah saja terhadap jarak tidak cukup.


Jarak adalah momok dalam setiap ikatan; keluarga, sahabat, kekasih, semua ikatan sanggup direnggangkannya sekaligus juga mampu direkatkan olehnya. Pernah dengar betapa ajaibnya kalimat ‘jarak ini justru mendekatkan’? Ya, jarak itu membentang membatasi raga untuk bersama, mata untuk saling menatap, atau jemari untuk saling bertaut. Tapi jarak itu seolah menarik perekat yang selama ini sama-sama tidak disadari, membuat sejauh apapun rentangnya akan kembali pada titik dimana mereka berpisah dan bertemu pertama kali.


Sulit menggambarkan perandaiannya. Yang jelas, coba saja. Isi titik-titik kosong ketika jarak itu merentang dengan do’a. Karena jarak dan do’a adalah kombinasi yang luar biasa.

source: tumblr

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar